Minggu, 21 Oktober 2007

GEREJA DAN MASYARAKAT GLOBAL

GEREJA DAN MASYARAKAT GLOBAL

Oleh: Sekretaris Jenderal HKBP, Pdt WTP.Simarmata, MA

Disampaikan pada kuliah umum SGH HKBP- Seminarium Sipoholon, 9 September 2005

Sebagai gereja kita berbicara tentang HKBP yang tidak terlepas dari adat batak. Oleh karena itu, kita melihat posisinya sebagai gereja dan sebagai HKBP.

Hal yang sangat strategis :

1. Bahwa gereja HKBP adalah unik karena kuat dengan adat bahkan interaksi antara 1 dengan yang lain (mis: di bilik parhobasan terjadi “partuturon”).

HKBP DAN BUDAYA BATAK

Sessi ini dimulai dengan ilustrasi seekor gajah kecil yang sedang dilatih oleh pawangnya. Gajah itu diikat dengan rantai di bagian depan, terikat terus dan berusaha melepaskan ikatan itu namun apa daya tenaganya tidak mampu. Ketika gajah itu bertumbuh menjadi gajah yang besar, ia terus teringat ketika ia masih kecil dimana ia tidak mampu melepaskan ikatan rantai dari kakinya sehingga keterikatan terhadap tradisi lama itu membuat ia tidak berusaha untuk melepaskan ikatan rantai tersebut. Cerita diatas mengajak kita agar jangan menyerah pada sebuah keadaan. Oleh karenanya sessi ini bukan berbentuk kuliah tetapi merupakan refleksi bagi calon pendeta yang telah menjalani masa vikarisnya selama setahunatau lebih yang juga telah banyak menerima sanjung-puji bahkan tantangan baik yang datang dari senior maupun dari lokasi tempat pelayanan tersebut.

Bagaimanakah dampak dari adat bagi kehidupan orang batak?

Pertanyaan ini dikemukakan karena interaksi adat orang batak diwarnai oleh kekerabatan yang sedikit banyak telah mempengaruhi perjalanan hidup orang batak itu sendiri. Oleh karenanya faktor kultur dapat dipakai sebagai kendaraan bagi Injil seperti pendapat Richard Neihbur mengatakan bahwa God has transformed the culture. Hal senada juga tampak dalam istilah “Sepio Kido” yang artinya doa pagi di gunung yang kemudian mereka anggap sebagai dampak positif bagi kekristenan dan dipakai sebagai doa pagi di gereja untuk memberangkatkan mereka ke tempat mereka bekerja.

SISI POSITIF ADAT BATAK

1. Menumbuhkan ikatan kekeluargaan yang kuat/kokoh

Didalam ikatan ini telah terkandung filosofi Dalihan Natolu (DNT) dalam budaya batak yang mengatakan : Hormat marhulahula, manat mardongantubu, elek marboru (elek: Naso jadi muruhon halak na di posisi terendah).

2. Ada kebersamaan/ kerjasama

Bnd. Terjadinya revolusi fisik- jangan pernah menyalahkan orang, molo diulahon hamu do i di huria, pasti do hita merasa aman. Untuk itu, please think positive (ciptakan kondisi yang bersahabat).

3. Menumbuhkan rasa hormat kepada orang tua/lebih senior

4. Ada tujuan hidup

5. Ada motivasi pasingkolahon ianakhon (untuk lebih maju)

6. Menumbuhkan sikap kerja keras yakni konsep partisipatif

7. Menumbuhkan kemandirian

SISI NEGATIF ADAT BATAK

1. Adanya penyalahgunaan hubungan kekerabatan(marbulu suhar)

Hubungan kekerabatan lebih tinggi dari kebenaran.Walaupun salah tetapi karena kerabat di marga (dongan tubu) akan dibela.

Marbulu suhar sama seperti orang yang menarik bambu dari rantingnya sehingga menimbulkan kesulitan baru dan tidak menyelesaikan masalah. Tapi menarik bambu harus dari bawah (akarnya) sehingga lebih mudah.

2. Pemborosan

Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi orang batak yang relatif miskin maka mental merekapun cenderung terbentuk menjadi mental inferior sehingga membangun gengsi terhadap diri sendiri maupun orang lain.

3. Emosional

Sikap ini menjadikan orang mudah tersinggung terutama ditemukan pada orang yang telah tua (alana ingkon sisubuton do roha nasida)

Mis: Bila ada suatu suku marga membangun tugu, maka marga yang lain tidak mau dikatakan ketinggalan, sehingga mereka secara emosional segera menghubungi pihak dari marganya untuk membangun tugu juga.

Pembangunan tugu yang semula untuk mempersatukan marga, malah merenggangkan. Hal ini misalnya tampak dalam persoalan tentang siapa yang memimpin di depan/ maguluhon tortor di jolo. Orang yang tidak mampu dalam suatu ikatan marga membuat dia menjadi tersisih dari kaum kerabatnya.

4. Bersifat tradisional yang kaku sehingga tidak terbuka terhadap perubahan.

5. Hubungan marga sering mengakibatkan pengkotak-kotakan

Mis: Pemilihan Calon Bupati di suatu daerah yang terkait dengan suku/ marga tertentu secara sadar atau tidak menimbulkan fanatisme marga atau pengkotakkotakan terhadap satu atau dua marga. Contohnya marga Tampubolon dengan Sitorus di Toba dan Tumanggor-Solin di Sidikalang.

6. Bentuk kerjasama di antara orang Batak sering bersifat “MARSIRUPPA” dan “MARSIADAPARI” yang berdasarkan hukum pembalasan.

Istilah Marsiruppa, Marsiadapari :” Ro ahu tu pestamu, ro ho tu pestaku, alai ndang sisongoni na ginoaran di hakristenon… untuk prinsip seperti ini digantikan dengan HUKUM KASIH dalam kekristenan (marlapatan:” ro manang so ro halak tu pesta niba, taulahon ma mangulahon na denggan tu saluhut halak). Karenanya ada yang harus dibongkar dari habatahon tersebut. Hakristenon yang membungkus habatahon masih seperti kulit ari yang sangat tipis sehingga mudah terluka. Ketika kekristenan tersebut mengalami benturan maka yang segera muncul adalah habatahonnya.

Tugas HKBP dalam hubungannya dengan habatahon adalah memelihara dan mengembangkan sisi positif dari habatahon dan menginjili sisi-sisi negatif dari habatahon tersebut. Agar pendeta HKBP menjadi penginjil yang baik terhadap habatahon, maka pendeta HKBP harus menjadi pemberi solusi.

Menyangkut psikologis, manusia sering menghadapi 2 hal yakni” alam sadar dan alam tidak sadar. Alam sadar bersifat terkontrol yang di dalamnya orang menjadi sopan dan santun, respek dll sedangkan alam tidak sadar bersifat tidak terkontrol yang dialami ketika orang bermimpi, marah, terkejut, gerakan refleks dll. Melihat kedua hal tersebut, maka tugas kita sebagai pelayan gerejawi adalah menginjili ketidaksadaran tersebut menjadi kesadaran. Senada dengan itu, pemerintah mencanangkan sadar hukum dll.

Jangan seorangpun menganggap engkau rendah, karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya dalam perkataanmu, dalam tingkahlakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu (I Tim 4:12).

Dengan demikian sisi negatif dan positif dari adat batak ini harus dengan cermat/ waspada difahami oleh pelayan HKBP. Dengan catatan, Jangan mau menjadi bahagian dari persoalan, tetapi tinggalkan persoalan dan jadilah bahagian dari solusi. Kalau ingin melakukan perubahan, ide-ide perubahan tersebut tidak harus kita yang menyampaikan tetapi bisa melalui orang lain. (Halak pe ta ho na pasahathon pikiranta, asa unang gabe persoalan hita asal ma tu dengganna).

Bagi pengajar sidi: Unang sungku na so hea diajarhon ho tu parguru malua i ( Hindari hal tersebut karena ia merupakan bentuk penindasan).

HKBP dan Protestantisme

Protestanisme membawa :

1. Keterbukaan

2. Individualisme

3. Demokrasi

Ada segi-segi protestanisme yang harus diwaspadai (jika tidak dicermati, maka hal itu akan membawa konflik yang mungkin dibonceng oleh protestanisme tersebut.

PERTANYAAN DAN TANGGAPAN

1. Banyak film yang membuat karakter orang menjadi 2 (double danger) yakni: sifat yang baik dan sifat iblis. Berkaitan dengan itu, seorang peneliti mengatakan bahwa semua sifat lengkap dimiliki oleh orang Batak.

2. Antusiasme jemaat jauh lebih tinggi kepada adat daripada agama. Molo didok halak ndang maradat orang tidak akan marah tetapijika dikatakan orang tidak beragama sepertinya tidak ada persoalan. Kaum Bapak lebih antusias pergi martonggo raja daripada mengikuti partangiangan. Sebenarnya dimanakah letak persoalan tersebut?

3. Ada anggapan yang menganggap bahwa orang luar lebih superior daripada “habatahon” yang sudah dimiliki orang Batak. Apakah upaya yang dilakukan untuk mengatasi keadaan seperti itu?

4. Pertanyaan di sekitar pelayanan yang melayani di daerah perantauan yang masih tradisional dan transmigran dari beberapa suku batak ( Toba, Mandailing, Karo…). Ternyata di daerah yang bukan daerah orang batak, banyak terdapat orang batak yang merantau. Untuk itu yang menjadi pergumulan, bagaimana posisi “uluan ni huria” menghadapi posisi “hulahula” yang ada di jemaat? Di daerah perantauan sering terjadi pembauran antara orang Batak yang Kristen dengan orang Batak yang telah masuk agama lain. Ada pesta pernikahan antara orang Batak dengan muslim tetapi parhalado tetap “ mangadop” mereka dari segi “habatahon”. Bagaimana tanggapan gereja terhadap hal ini ?

5. Adat Dalihan Natolu sangat tinggi di suatu tempat pelayanan yang ada suku Karo, Pakpak dan Simalungun. Ditemukan sikap dari “parhalado setempat” untuk dihargai dan diberi kesempatan berbicara di depan umum bahkan ironisnya menganggap dirinya lebih tinggi, paling benar dan mengetahui segala hal sampai tahap pengambil keputusan padahal di sana telah ada “Uluan ni Huria”. Parhalado berasal dari 1 suku marga sehingga situasi ini menjadi sulit untuk menetralisir keadaan. Bagaimana menghadapi situasi tersebut?

6. Bagaimana Injil menerangi adat ? Sepertinya kaum rohaniawan hanya terlihat berfungsi dalam upacara pernikahan saja sedangkan di upacara adat, raja adat atau tetua adat yang sudah mengambil kendali. Dari situasi itu terlihat bahwa terjadi penyingkiran dari adat terhadap agama sebab masih ada masalah penempatan rohaniawan diporsi adat. Agama tradisional Batak terkadang lebih kuat daripada kekristenan. Hal ini misalnya tampak dalam isu “begu ganjang” yang mengakibatkan mereka lebih mempercayai tetua adat daripada “parhalado” untuk mengatasi persoalan pemahaman tersebut.

7. Dalam adat Batak ditemukan 3 jenis jambar yakni: jambar hata, jambar ulaon dan jambar juhut. Namun seringkali kita tidak memfungsikan jambar tersebut dalam pelayanan gerejawi sehingga cenderung terlihat penatua atau pendeta setempat menguasai/ mengendalikan seluruh rangkaian acara gerejawi tersebut tanpa melibatkan mereka yang berpengalaman di lingkungan adat. Apa salahnya jika penatua mengikutsertakan mereka dalam berbagai acara gerejawi sehingga mereka dapar berperan aktif dan termotivasi untuk memberikan hidupnya untuk pengembangan pelayanan Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia ini.

JAWABAN

  1. Orang Batak memiliki potensi. Potensi untuk merusak dan membangun. Potensi ini sering mengarah ke konflik yang berkepanjangan dan akhirnya ke perpecahan. Hal ini misalnya tampak dalam perjalanan sejarah konflik di gereja HKBP. Namun dari perjalanan sejarah tersebut juga tampak bahwa HKBP sudah semakin dewasa mengatasi konfliknya sehingga konflik tidak lagi mengarah kepada perpecahan. Di dalam gereja perbedaan pendapat merupakan sesuatu yang wajar tetapi perbedaan pendapat tersebut janganlah berakhir pada perpecahan.

2. Soal “begu ganjang” terjadi dilatarbelakangi oleh kecemburuan terhadap kalangan tertentu yang kehidupan ekonominya jauh lebih baik sehingga ada pihak tertentu yang memprovokasi untuk merusak rumah orang yang dicemburui dan diiisukan memelihara “begu ganjang” dan diusir dari kampung tersebut. Lebih fatal lagi ada orang yang sengaja mengisukan hal-hal yang bisa merusak kebersamaan atau dengan sengaja merusak pola pikir yang mau dipecah (biasanya tempat yang mudah untuk mengalakkan issue ini adalah daerah yang mempunyai latar belakang ekonomi yang sangat terbelakang sehingga mudah terjerat issue), mis: Dolok Sanggul, Sidikalang dll. Hal itu juga merupakan bagian dari tugas kita dimana gereja jaman sekarang ini tidak hanya menyangkut spiritual saja tetapi merupakan medan pelayanan yang menyangkut sosial. Kita bisa bandingkan bagaimana upaya Nomensen yang tidak hanya mendirikan gereja tetapi juga sekolah, Rumah Sakit, pemberdayaan ekonomi melalui membebaskan orang yang terpasung dan melunaskan hutangnya.

Swars mengatakan sudah saatnya gereja memakai roda untuk menjamah pelayanan masyarakat. Persoalan kita adalah dimana kita bersifat menunggu, seperti tradisi setelah lonceng gereja dibunyikan, kemudian anak Sekolah Minggu datang dan diikuti oleh kaum remaja, Ina dan Bapak ke gereja untuk mengikuti kebaktian.Untuk itu seperti pendapat Swars tadi kita diupayakan harus pergi sehingga kita dapat mewujudkan gereja yang demisioner (supaya gereja itu sendiri dapat menyentuh persoalan ekonomi dll). Hal ini disebabkan karena orang batak berpotensi untuk membangun dan di sisi lain dapat merusak.

Keadaan yang memaksa kita untuk berbuat seperti itu.

Seperti pepatah Belanda mengatakan: “Jangan takut menabur benih karena takut burung akan memakan benih itu”. Untuk itu tugas kita adalah lindungi benih itu agar burung tidak dapat menggapai dan memakan benih itu!

Setiap manusia harus mempunyai prinsip dalam hidupnya yang akan digambarkan oleh salah satu ilustrasi berikut:

Ada sebuah kapal perang yang berjalan di tengah samudra luas bersama seorang laksamana dan para awak kapalnya. Dari kejauhan, ia melihat ada cahaya lampu namun tidak mengetahui cahaya lampu apa itu gerangan? Si pengemudi berkata ke arah cahaya lampu itu:” Kapal perang hendak lewat, jadi minggirlah! Kemudian suara dari arah cahaya itu menjawab:” Kalian yang harus minggir! Kemudian si awak kapal memberitahu kepada laksamana tentang kejadian itu dan menyampaikan pesan sang Laksamana dan berkata:” Ini pesan Laksamana, kapal perang hendak lewat minggirlah! Suara menjawab dengan tegas:” Anda yang harus berubah haluan, sebab ini adalah mercusuar! Dengan ilustrasi ini kita diajak untuk belajar bahwa tidak ada seorangpun yang mampu melawan kata hatinya , untuk itu jadilah mercusuar agar orang tidak dengan mudah dapat mengubah anda!

Supaya menjadi mercusuar memerlukan prinsip atas dasar Firman Tuhan sehingga tidak takut melakukan apa yang baik.

Kalau mau menerima sesuatu harus bijak, sabar menunggu masa depan yang panjang. Jangan memaksakan kehendak tetapi hanya sesaat saja. Karena tidak semua usaha itu berhasil namun tidak ada keberhasilan tanpa usaha.

Ilustrasi: Angsa bertelur pada waktunya dalam jumlah yang tertentu pula. Orang yang bijak akan menunggu sampai angsa selesai bertelur kemudian mengambil telurnya tetapi orang yang tidak bijak akan menangkap angsa tersebut, membedah perutnya untuk mengambil telurnya, tentu saja sang angsa tidak akan bisa bertelur lagi karena ia sudah mati. (Untuk itu, bangun diri dengan sebuah komitmen)

Itulah paradigma/prinsip kehidupan seperti yang tertulis dalam Efesus 4:14-15 : ” Sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombangambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan. Tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh, di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus yang adalah kepala”

Banyak dampak negatif dan positif untuk memperbaiki keadaan walaupun orang yang memperbaiki keadaan itu tidak pernah serta merta menikmati indahnya perubahan itu.

3. Tentang masih adanya ajaran-ajaran yang bertentangan dengan kekristenan dalam tradisi Batak adalah dikarenakan kekristenan masuk ke tanah Batak karena penginjilan massal dan kurang menekankan pertobatan pribadi. Dalam hubungan habatahon dengan kekristenan. Kekristenan hanyalah setipis kulit ari. Ketika kekristenan tersebut terkupas maka yang muncul ke permukaan adalah habatahon tadi. Karenanya untuk memperbaharui hidup kekeristenan orang Batak, pembaharuan tersebut harus sudah dilaksanakan sejak sekolah Minggu. Hal yang dapat dilakukan adalah perubahan kurikulum pengajaran Sekolah Minggu, katekisasi sidi maupun PAK untuk orang dewasa. Kurikulum yang mengajarkan pengajaran agama yang menyentuh persoalan sehari-hari seperti masalah kekerasan, keadilan gender dlsb.

Karena kekristenan dikenal bukan karena doktrin tetapi bagaimana orang Kristen hidup dalam persekutuan dengan orang lain.

4. Mengapa adat Batak sulit untuk dirubah adalah karena dalam diri orang Batak ada pemahaman bahwa adat itu bersumber dari Tuhan. Hal ini misalnya tampak dalam peribahasa berikut; “Adat do ugari sinehathon ni Mulajadi”. Karena berasal dari Tuhan orang Batak sulit merubah adatnya. Walaupun sudah berpindah tempat adat tersebut masih tetap dibawa/dipelihara didaerah barunya (perantauan).

5. Orang Batak senang untuk dihormati. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar karena semua orang ingin dihormati.

Molo adong na binoto ni halak, hape ndang taloas mangulahon, ndang tafungsihon nasida, olo do nasida gae tersinggung dan merasa sakit hati.

Tugas kita: pakailah unsur-unsur dari budaya itu untuk lebih mensukseskan pelayanan selama itu tidak mengganggu pelayanan kita. Ido umbahen didok:” ulahon ma na denggan, alai parsiajari ma na so tama asa boi bedahononmu dia do na tama jala dia do na so tama.

Karenanya pendeta harus terbuka untuk melibatkan setiap jemaat yang ingin melibatkan diri dalam pelayanan. Intinya, pendeta harus bijaksana memakai unsur-unsur dalam budaya Batak dengan mengembangkan tradisi yang baik dalam budaya Batak sejauh ia tidak bertentangan dengan kekristenan, tidak merusak persekutuan jemaat.

Ada satu hal yang perlu diingat pendeta yaitu ungkapan yang mengatakan “ Sidapot solu do na ro” Artinya pendatang harus menghormati tatanan yang ada. Karenanya kalau ingin melakukan pembaharuan terhadap tradisi Batak maka ia harus dilakukan dengan bijaksana dan perlahan-lahan

6. Tentang begu ganjang dan kesurupan merupakan sesuatu yang dapat diatur. Orang bisa mengatur atau membuat strategi seakan-akan ia kesurupan. Ada orang yang memiliki keahlian untuk mengobati penyakit. Supaya lebih terkenal terkadang ia menggabungkan kepintarannya dengan memakai jimat.

7. Bagaimana melibatkan setiap orang dalam pelayanan. Setiap jemaat perlu dilibatkan dalam pelayanan gereja untuk menopang pembangunan Kerajaan Allah. Karenanya untuk dapat maksimal melibatkan jemaat, pendeta harus memperhatikan empat hal berikut dalam pelayanannya supaya pelayanannya kreatif. Keempat hal tersebut adalah :

a. Visi : pelayan harus memiliki visi yang jelas. Visi atau cita-cita dimasa depan yang perlu diraih. Karena apa yang kita inginkan tercipta dimasa depan maka ia harus dilakukan mulai dari sekarang. Kalau kita menginginkan supaya sesuatu tidak terjadi dimasa depan maka kita harus menghindarinya dari sekarang

b. Struktur : pelayan harus memperhatikan dan menyusun struktur yang dapat mendukung pelayanan dengan baik. Struktur yang hendak dibentuk haruslah struktur yang mendukung untuk pengembangan pelayanan.

c. Manusia : pelayan perlu memperhatikan talenta setia jemaat dan melibatkan jemaat sesuai dengan talenta masing-masing. Pelayan yang demikian adalah pelayan yang selalu mau belajar dan senantiasa mencari pengetahun yang integratif.

d. Teknologi : pelayan harus mahir memakai teknologi yang bermanfaat bagi pelayanan.

Saat ini lembaga-lembaga gereja dunia sedang mengembangkan suatu bentuk pelayanan baru yang disebut dengan pelayanan “ New Era Mission (istilah VEM) atau The Outreach Ministry (LWF)”. Pelayanan tersbeut adalah suatu bentuk pelayanan kepada orang-orang yang berada di luar struktur seperti anak jalanan, narapidana dan PSK (Penjual Seks Komersial). Bentuk pelayanan ini merupakan jawaban terhadap bentuk pelayanan yang kontekstual, kreatif dan integratif.

Sessi 2 pkl. 10.30-12.30 wib

HKBP, PERUBAHAN SOSIAL DAN GLOBALISASI

Globalisasi memiliki dua sisi. Di satu sisi ia mampu membangkitkan orang yang mampu bersaing namun di sisi lain ia akan menggilas orang yang lemah. Siapa yang mampu bersaing akan sukses, hebat tetapi bila tidak mampu bersaing ia akan tergilas. Satu contoh misalnya, bila ulos mampu bersaing maka ulos akan cepat terkenal, berkembang dan tersebar ke banyak negara. Namun bila tidak mampu bersaing maka ulos akan ditinggalkan orang (punah). Hal ini juga akan terjadi ke makanan maupun kerajinan tradisional lainnya seperti saksang, Babi Panggang Karo dlsb. Hal ini seperti apa yang dikatakan oleh Nietche yang menggambarkan persaingan dalam era globalisasi seperti orang yang mendaki gunung beramai-ramai. Dalam pendakian tersebut ada orang yang telah berhenti walaupun baru mulai mendaki karena sakit, terkilir dlsb, ada orang yang sampai dipertengahan pendakian dan ada orang yang sampai hingga ke puncak gunung.

Intinya Globalisasi menekankan kompetisi. Namun perlu diingat bahwa kompetisi dalam era globalisasi yang demikian akan menjadi tantangan dalam pelayanan gereja karena gereja tidak menekankan kompetisi tetapi kerjasama (cooperation). Karenanya dalam pelayanannya gereja harus mampu bekerjasama dengan pelayanan lain seperti Perguruan Tinggi yang menekankan analisis dan LSM yang memiliki data yang lebih akurat. Gereja sebagai lembaga moral harus bekerjasama dengan Perguruan Tinggi dan LSM di dalam membangun jejaring pelayanan yang integralistik. Pelayanan yang demikian memerlukan pelayan yang memiliki paradigma bahwa pelayan harus banyak belajar di berbagai tempat dan organisasi. Hal ini tentu berbeda dengan paradigma pelayan yang ketika mahasiswa hanya puas dengan belajar di kampus saja dan tidak melakukan apa-apa. Dengan paradigma pelayan yang hanya puas belajar di kampus saja maka dapat dibayangkan setelah menjadi pelayan ia akan menjadi pelayan yang hanya puas melayani dalam struktur dan tidak tertarik untuk menciptakan pelayanan yang tidak disentuh struktur gereja. Padahal dalam globalisasi, gereja diharapkan menjadi gereja yang terbuka, bebas dan kreatif. Gereja harus giat membangun jejaring di dalam pelayanan yang kreatif sehingga globalisasi dapat berjalan sesuai dengan etika bumi. Dengan globalisasi yang semakin pesat, banyak hal-hal yang tidak lagi terkontrol oleh manusia, karenanya gereja perlu terlibat sehingga etika bumi tetap terpelihara. Etika bumi yang menekankan pada keseimbangan oikumene, ekonomi dan ekologi. Ketiga kata oikumene, ekonomi dan ekologi berasal dari akar kata yang sama yaitu bumi atau rumah karenanya berarti bahwa manusia yang tinggal dibumi harus merawat bumi dengan baik.

Dalam era globalisasi yang penuh persaingan juga terjadi banyak penipuan. Hal ini misalnya tampak dalam penipuan dalam pemberian label terhadap produksi-produksi lokal atau dalam negeri seperti hasil produksi yang dikelola dalam negeri Indonesia tetapi diberi label negeri lain (Amerika atau Inggris). Selain itu pengurasan hasil kekayaan dalam negeri dikuras oleh perusahaan kapitalis Amerika untuk kebutuhan orang Amerika sementara hasil kekayaan alam mereka tetap terpelihara. Karenanya supaya mampu bersaing di tengah-tengah globalisasi maka perlu persiapan diri dan sumber daya manusia, salah satunya adalah penguasaan banyak bahasa.



0 komentar: