Senin, 28 Juli 2008

Peresmian Gedung Serbaguna Maranatha Lima Puluh HKBP Resort Lima Puluh

Pesta Peresmian Gedung Serbaguna Maranatha Lima Puluh HKBP Resort Lima Puluh, Minggu 20 Juli 2008:


"Orang Kristen yang merendahkan diri dan berpengharapan di dalam penderitaan."

Ungkapan ini ditekankan oleh sekjen HKBP, Pdt.W.T.P.Simarmata, MA di dalam khotbahnya saat memimpin kebaktian Minggu pada pesta peresmian gedung Serbaguna �Maranatha� limapuluh resort lima puluh dengan nas khotbah dari Ayub 2:9-13. Lebih lanjut lagi, Sekjen HKBP menyampaikan bahwa orang kristen harus siap dengan kehadiran berbagai masalah dan tidak bisa lari dari masalah. Masalah yang datang dalam hidup harus dihadapi, janganlah menjadi menghujat, menyalahkan Allah dan bahkan pada akhirnya meninggalkan Allah. Seperti Ayub yang tetap bertahan di dalam penderitaannya dengan kerendahan hatinya dan pengharapannya kepada Allah. Walaupun hartanya telah habis, anak-anaknya telah mati, Ayub sendiri terjangkit wabah penyakit yang menyeramkan, istri dan teman-temannya meninggalkan dia, tetapi Ayub setia dan kokoh di dalam penderitaannya, tidak meninggalkan Allah. Kesetiaaan dan pengharapan Ayub tidaklah sia-sia, Allah mendengarkan dan mengabulkan doanya.

Acara kebaktian minggu dipimpin oleh Pdt. Dr. Plasthon Simanjuntak (Praeses HKBP distrik V Sumatera Timur) sebagai liturgis dan pembawa doa syafaat adalah Pdt. P. Simarmata, MTh (Pendeta HKBP resort Balata).

Setelah acara kebaktian Minggu berakhir, seluruh jemaat dan undangan menyaksikan peresmian gedung serbaguna marantha yang berada di belakang gereja HKBP Lima Puluh. Rombongan prosesi yang terdiri dari Sekjen HKBP beserta inang, Pdt. Dr. Palston Simanjuntak, Pdt. HYM. Purba, STh, Pj. Bupati Batu Bara Drs. Syaiful Syafri, MM dan Ir. Perdinan Siahaan (perantau) disambut dan mendapat pengalungan bunga oleh Anak sekolah Minggu. Kemudian Sekjen HKBP didaulat untuk menandatangani prasasti peresmian, penyingkapan tirai nama gedung dan pembukaan pintu gedung secara resmi sedangkan inang sekjen H.L br. Purba didaulat untuk pengguntingan pita yang disambut dengan tepuk tangan seluruh jemaat. Dengan sukacita seluruh jemaat dan undangan memasuki gedung untuk pertama kali dan bersantap siang bersama.

Acara kemudian dilanjutkan dengan kata-kata sambutan dari Panitia Pesta E. Sianipar, SPd, ketua pembangunan, Lurah Lima Puluh, mewakili Perantau, praeses HKBP distrik V Sumatera Timur dan Sekjen HKBP.

Pj. Bupati Batu Bara Drs. Syaiful Syafri, MM dalam sambutannya mengatakan merasa bangga dan berterimakasih dengan partisipasi para perantau asal Batu Bara di dalam pembangunan Kab. Batu Bara dengan mendirikan fasilitas umum berupa gedung serbaguna Maranatha. Beliau juga mengajak agar partisipasi para perantau berkesinambungan karena masih banyak para masyarakat yang masih membutuhkan uluran tangan seperti perbaikan sarana air bersih, rumah layak huni dan bantuan permodalan usaha. Dalam kesempatan yang sama, beliau juga menyampaikan bantuan pemerintah kabupaten berupa pengadaan 9 titik penerangan di sekitar gedung untuk memperindah gedung di saat malam hari.

Sekjen HKBP di dalam kata sambutan beliau, menyampaikan kekagumam tersendiri dengan terciptanya kerukunan kehidupan beragama di Kabupaten Batu Bara, walaupun berbeda tetapi hidup berdampingan. Inilah yang menjadi kerinduan setia warga negara Indonesia yang bernaung di bawah dasar negara Pancasila dan UUD 1945 yang tidak mengenal kata mayoritas dan minoritas. Kehidupan rukun mesti dipelihara, terciptanya kedamaian akan menentukan kemajuan negara Indonesia ke arah yang lebih baik di masa sekarang dan masa depan. Di dalam perbedaan bersama-sama, berangkulan, saling menolong dan saling menopang untuk mewujudkan pembangunan Indonesia yang adil dan sejahtera.

Setelah acara kata sambutan dilanjutkan dengan acara lelang dan tortor yang dipandu oleh MC bapak Siagian dimana dana yang terkumpul digunakan untuk melengkapi fasilitas gedung yaitu meja dan kursi, sound system, sanitasi, selasar, pagar pembatas dan lampu taman.

Sebagai catatan, kondisi serbagunan HKBP Lima Puluh yang telah diresmikan itu adalah dengan panjang 35 meter dan lebar 17 meter yang beralamat di Jl. Kisaran No.2 Lima Pulu Kab. Batu Bara. Gedung ini akan digunakan sebagai tempat pesta perkawinan, gedung ibadah sekolah Minggu dan ruang pertemuan berupa ceramah/seminar yang terbuka untuk umum yang mampu menampung 1000 orang.

Acara Pesta peresmian Gedung Serbaguna �Maranatha� HKBP Lima Puluh Resort Lima Puluh ini dihadiri oleh Kadis Perhubungan Drs. Sahala Nainggolan, calon bupati Batu Bara Sinaga dan OK. Arya, perantau yang berpatisipasi aktif dalam pembangunan gedung hingga selesai yaitu Ir. Perdinan Siahaan, Arifin Siahaan, Firman Siahaan, Ir. Otto Hasibuan dan Drs. M. Hutasoit.


Galeri:

Your browser may not support display of this image.

Rombongan prosesi memasuki gedung gereja disambut oleh jemaat.


Your browser may not support display of this image.

Sekjen HKBP disambut oleh anak Sekolah Minggu dan menerima pengalungan selempang.


Your browser may not support display of this image.
Sekjen HKBP membuka pintu gedung serbaguna �Maranatha�


Your browser may not support display of this image.

Sekjen HKBP menandatangani prasasti peresmian gedung serbaguna �Maranatha� HKBP Resort Lima Puluh.

Rabu, 23 Juli 2008

HKBP MASA DEPAN: GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN TRANSFORMASI

HKBP MASA DEPAN:

GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN TRANSFORMASI

Oleh : Willem T.P. Simarmata

VISI DAN MISI

Pemberdayaan warga untuk transformasi adalah roh dari visi dan misi HKBP (Efesus 4:11-14; Markus 16 :15-18). Visi dan Misi HKBP dalam Aturan dan Peraturan 2002 hanya akan menjadi jasad tanpa roh ketika warga jemaat berada dalam posisi sebagai objek pelayanan yang sepenuhnya bergantung kepada pelayan. HKBP masa depan harus komit memenuhi panggilannya untuk memberdayakan warga jemaat membawa perubahan sosial (transformasi sosial) di tengah-tengah arus globalisasi. HKBP baru benar-benar menjadi gereja yang berkembang, inklusif, dialogis dan terbuka serta mampu mengembangkan kehidupan yang bermutu, apabila persekutuan, kesaksian dan pelayanannya digerakkan oleh roh pemberdayaan yang membawa perubahan sosial di tengah-tengah abad 21. Mutu pelayanan HKBP diukur dari kemampuan warga jemaat membawa perubahan bagi terciptanya kehidupan sosial dan lingkungan yang adil dan penuh damai sejahtera. HKBP harus memasuki lapangan sosial ekonomi masyarakat dan berperan di dalamnya membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih adil, sejahtera dan religius. Dengan demikian maka HKBP menjadi Gerakan Pemberdayaan dan Transformasi Warga (Movement for People Empowerment and Transformation).

PRINSIP DAN KOMITMEN

Mengasihi, melayani dan kepedulian adalah prinsip yang mesti dipegang teguh oleh semua warga dan pelayan dalam setiap usaha mewujudkan visi dan misi tersebut (Yohanes 3:16; Markus 10:45; 1 Korintus 16:14; 2 Korintus 6:1-10; 9: 10-15). Pelayanan senantiasa harus digerakkan oleh kasih. Pelayanan yang tidak beralaskan kasih pada akhirnya menghasilkan arogansi kekuasaan. Kasih dan pelayanan adalah prinsip yang menentukan keberhasilan program-program pemberdayaan untuk perubahan sosial dan lingkungan. Implikasinya adalah semua program dalam bidang persekutuan, kesaksian dan pelayanan HKBP harus didesain sedemikian rupa berdasarkan pemahaman teologis eklesiologis terhadap tantangan aktual gereja abad 21. Sudah waktunya bagi HKBP keluar dari jebakan aktivitas formal dan rutinitas seremonial, yang hanya akan memperkuat struktur dan melemahkan kemandirian jemaat. HKBP harus fokus kepada pelayanan berdasarkan kasih Kristus, sehingga seluruh jemaat mampu mengaktualisasikan pelayanan yang benar-benar menyentuh, sebagai implementasi pertumbuhan iman, kasih dan pengharapan. Sudah waktunya HKBP menunjukkan komitmen yang kuat terhadap pelayanan yang menjangkau mereka yang mengalami situasi yang sulit, seperti mereka yang menjadi korban aneka kekerasan dan ketidakadilan, ODHA, akibat kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup dan pemanasan global. The Outreach Ministry harus mendapat perhatian, khususnya melayani sektor yang belum dan tidak tersentuh oleh pelayanan HKBP. Sangat dibutuhkan redefinisi dan reposisi peran sosial HKBP, agar HKBP tidak hanya mengurusi soal-soal yang terkait dengan spiritual sajaa, tetapi juga soal-soal ekonomi, politik, pendidikan dan kebutuhan masyarakat lainnya, agar kehadiran HKBP memiliki dampak sosial.

INTEGRITAS INSTITUSIONAL

Gerakan persekutuan, kesaksian, dan pelayanan HKBP mesti dilihat secara utuh sebagai organisme spritual dan institusional di tengah-tengah realitas dunia, dan Indonesia khususnya. Sejarah institusional HKBP harus tetap memiliki integritas sebagai tubuh Kristus yang sehat, kuat dan lincah melayani di tengah-tengah arus globalisasi. Oleh karena itu, Aturan dan Peraturan HKBP mestinya menjadi landasan yang kokoh bagi setiap program pemberdayaan warga dan perubahan sosial. Aturan dan Peraturan yang berorientasi pemberdayaan dan transformasi warga jemaat ditandai dengan : a) Peningkatan peran serta dan ruang gerak warga jemaat dalam berbagai pelayanan; b) Identifikasi dan pengembangan talenta dan potensi warga dan pelayan; c) Perluasan pendelegasian wewenang yang jelas dan otonomisasi unit-unit pelayanan berbasis kebutuhan real dan; d) penguatan jejaring dan pelayanan secara sinergis dan akuntabel, baik di tingkat nasional maupun internasional, e) penghargaan kepada keadilan gender dan lingkungan hidup dengan penghargaan kepada segala yang bernafas.

Fenomena yang memuka akhir-akhir ini adalah jemaat melayani struktur, padahal sebaiknya adalah struktur yang harus melayani jemaat. Fenomena itu dapat dilihat secara kasat mata di tingkat Huria, Ressort, Distrik, Lembaga dan bahkan di tingkat Hatopan (Pusat), di mana unsur pimpinan di setiap level tampil sebagai master of ceremony, professional (monolog), sementara jemaat diposisikan sebagai audiences yang dermawan dan pantas membayar (dan tidak perlu diapresiasi?).

Secara teoretis (dalam kertas) Aturan dan Peraturan HKBP 2002 diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan akselerasi pengambilan kebijakan strategis, dengan menghapus Lembaga Majelis Pusat, dan membentuk Rapat Pimpinan (terdiri dari Ephorus, Sekretaris Jenderal dan ketiga Kepala Departemen) serta Majelis Pekerja Sinode (MPS). Kenyataannya tidak demikian sebab konsep kepemimpinan yang flat belum sesuai dengan harapan, demikian juga dari segi fasilitas kantor maupun dari efektivitas pelayanan ketiga departemen. Beberapa indikasi dapat disebutkan, misalnya a) hingga periode kepemimpinan 2004-2008 akan berakhir beberapa bulan lagi, pembenahan fasilitas pendukung pelayan ketiga departemen belum juga dapat diwujudkan; b) Secara struktural posisi kelima piminan HKBP perlu diatur melalui uraian tugas yang jelas; c) Aturan dan Peraturan HKBP 2002 sama sekali tidak menuntut adanya Sinode Kerja untuk mengevaluasi kinerja para pimpinan; d) MPS memiliki sejumlah kelemahan institusional yang pada gilirannya tidak efektif menjadi perangkat penyambung aspirasi jemaat di setiap distrik, serta tidak memiliki wewenang pengawasan dan evaluasi terhadap program hatopan di HKBP.

Integritas institusional HKBP sebagi perwujudan Tubuh Kristus perlu dibangun secara sehat dan kritis dan memperhatikan dimensi-dimensi religius dalam bidang Koinonia, Marturia dan Diakonia. Sebab, gereja mula-mula pun bertumbuh pesat dan pelayanannya menjadi sedemikian kuat dan luas, bukan oleh karena figur dan rekam-jejak para pelayan yang telah sekian lama bersama-sama dengan Kristus di dalam berbagai pelayanan. Kesuksesan tu dicapai oleh integritas dan komitmen orang-orang kudus melanjutkan (mengerjakan) apa yang diprakarsai oleh Yesus dalam persekutuan, kesaksian dan pelayanan-Nya. Integritas dan komitmen seperti itu hanya akan diperoleh apabila Aturan dan Peraturan memberikan ruang gerak yang luas bagi para pelayan dan warga jemaat untuk selalu bersikap kritis terhadap tradisi dan pola-pola kehidupan beragama yang legalistik-fundamentalis. Artinya, gereja harus senantiasa dibaharui dengan mengapresiasi perubahan zaman serta meratifikasi konsep-konsep teologis-eklesiologis yang berkembang dalam rangka pembangunan kerajaan Allah di tengah-tengah realitas dunia (Kis Rasul 6:1-7).

Integritas institusional perlu dibenahi melalui pemberdayaan struktural dalam arti merevitalisasi kinerja berbagai lembaga dan unit-unit pelayanan yang ada, sehingga tujuan berdirinya lembaga dan unit-unit kerja itu dapat diaktualisasikan secara optimal. Akhir-akhir ini, ada kecenderungan bahwa Lembaga, Yayasan dan Biro menjadi tujuan pada dirinya sendiri, tetapi apakah lembaga atau unit kerja itu setia membawa misi gereja bagi pembangunan kerajaan Allah atau tidak, agaknya sudah diabaikan. HKBP masa depan perlu mengevaluasi sistem rekruitmen staf di tingkat Kepala Biro, Pimpinan Lembaga, dan unit pelayanan lainnya. Sehubungan dengan itu, maka sudah waktunya bagi HKBP untuk sepenuh hati merevitaliasi Sekolah Tinggi Theologia, dan pendidikan teologi lainnya di HKBP, demikian juga dengan Badan Penelitian dan Pengembangan HKBP, Komisi Teologi dan Tim Konfessi, serta mendekatkan Universitas HKBP Nommensen (UHN) kepada jemaat dan lembaga-lembaga pendidikan maupun Lembaga Swadaya Gereja. UHN sebenarnya sangat layak menjadi payung dan sekaligus laboratorium pengembangan Credit Union Modifikasi (CUM) yang mulai berkembang di berbagai distrik. Adalah suatu ironi apabila ada warga jemaat yang membutuhkan perawatan medis dari Toba Samosir, tetapi lebih memilih langsung ke Rumah Sakit Umum Porsea, dan sama sekali tidak menghiraukan lagi Rumah Sakit Balige.

INTEGRITAS PELAYANAN

Sebagaimana dipaparkan di atas, suka atau tidak suka pada dasarnya orientasi pelayanan HKBP akhir-akhir ini perlu dipertegas dan diperjelas, walaupun di beberapa tempat ada beberapa kegiatan di tingkat Hatopan dan nasional yang patut disyukuri. Namun, masih merupakan aktifitas seremonial atau anniversarial, seperti jubileum dan taon parolopolopon, atau yang sejenis dengan itu. Artinya, HKBP cenderung mengabaikan tujuan panggilannya utnutk memberitakan Injil ke segala makhluk (Markus 16:15-18;). Sebagaimana disebutkan tadi, HKBP sebagai lembaga menjadi tujuan pada dirinya sendiri. Seharusnya lembaga berkarya untuk umat, masyarakat, bangsa dan seantero dunia (Matius 28:19-20). Oleh karena itu, HKBP masa depan harus kembali menemukan integritas pelayanannya sebagai saksi Kristus yang berdaya dan bermutu, menerjemahkan kabar baik dalam realitas dan tantangan abad 21.

Di tengah-tengah realitas Indonesia dalam pusaran arus Globalisasi, HKBP perlu membangun integritas pelayanannya paling tidak dalam 4 (empat) aspek yaitu :

  1. Koinonia
  2. Marturia
  3. Diakonia
  4. Didache (pendidikan dan pengajaran )

Pertama, membangun komunitas umat sebagai sumber kekuatan, dimana program-program Koinonia harus menghasilkan sumber energi spritual baru dimana persaudaraan menjadi kenyataan yang dapat dirasakan dan berdampak pada kedewasaan. Ketangguhan dan penguatan setiap warga jemaat untuk merajut kebersamaan dalam kemajemukan umat manusia menghadapi tantangan globalisasi. Warga HKBP telah tersebar ke seluruh dunia, hal ini membutuhkan strategy pelayanan khusus dan bersifat global. Kedua, membangun spiritualitas sebagai saksi Kristus, sehingga program-program Marturia bukan hanya membentuk jemaat yang beriman dengan kemampuan bernyanyi dan rajin beribadah. Tetapi, jauh lebih penting adalah membangun semangat dan tanggung jawab penginjilan dalam diri setiap warga jemaat dalam menjalani hidupnya di bidang sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan politik, serta di segala bidang kehidupan, bahwa disana mereka adalah saksi Kristus. Ketiga, mendahulukan kaum miskin dan lemah, yang dalam konteks globalisasi akan semakin meningkat jumlahnya, oleh karena itu semua program-program Diakonia tidak cukup lagi hanya menyinggung sepintas keadaan kaum jompo, yatim piatu atau orang cacat, tetapi mampu menerjemahkan cinta kasih Kristus kepada semua orang yang tersingkir, menderita, lemah dan miskin dalam pengertian yang multi dimensi. Sudah waktunya HKBPmelakukan pendampingan bagi pemberdayaan petani, nelayan dan pedagang tradisional agar tidak terus menerus korban kebijakan ekonomi yang pro-konglomerat (Frans Magnis-Suseno, 2004:103-104). Elim, Hepatha dan Rumah Sakit HKBP hendaknya tidak hanya di Pematangsiantar, Laguboti dan Balige, tetapi dalam 4 tahun ke depan sudah ada di kota kota lain di Indonesia. Bahkan sesungguhnya, HKBP pun dalam kurun waktu 4 (empat) tahun ke depan sudah harus menggeluti Pengembangan Ekonomi Produktif termasuk membuka unit usaha yang menghasilkan bagi HKBP yang sebahagian daripadanya adalah pembukaan BPR. Ke depan, Unit Usaha ini diharapkan akan mampu menopang pelayanan HKBP termasuk membantu kesejahteraan pelayan dan jaminan harituanya. Keempat, sangat mendesak untuk memberi perhatian kepada pendidikan dan pengajaran untuk mencerdaskan umat dan mewariskan nilai-nilai kristiani. Pelatihan dan pembinaan harus terus menerus berlanjut dan ditingkatkan bagi warga dan pelayan.

Secara singkat dapat dikatakan, bahwa HKBP ke depan harus mampu mengimplementasikan integritas (kesetiaan) pelayanannya dengan memberi perhatian dan komitmen yang kuat terhadap masalah-masalah yang benar-benar mencemaskan masyarakat dunia saat ini. Keberpihakan dan keperdulian terhadap kaum marjinal harus diaplikasikan dalam berbagai bentuk pelayanan pemberdayaan para petani dan nelayan; pendampingan buruh dan anak terlantar/anak jalanan; advokasi terhadap korban kekerasan dan ODHA.

Apa yang sudah dilakukan oleh gereja-gereja Reform, ada baiknya juga diakui oleh HKBP, yaitu merumuskan sebuah janji iman yang disebut dengan:covenanting for justice, yang salah satu statemennya mengatakan bahwa :kita percaya bahwa kita diminta oleh Allah untuk melakukan keadilan, cinta kasih, dan jalan yang benar di hadapan-Nya (Mikha 6:8). Kita dipanggil oleh Allah untuk melawan segala bentuk ketidakadilan dalam ekonomi dan pengrusakan lingkungan, sehingga keadilan dapat mengalir seperti air dan kebenaran seperti sungai (Amos 5:24). Oleh karena itu, kita harus menolak semua teologi yang mengatakan bahwa Allah hanya berpihak kepada yang kaya, dan kemiskinan adalah akibat kesalahan dan kemalasan orang miskin. Kita menolak segala bentuk ketidakadilan yang menghancurkan hubungan yang baik antar jender, ras, strata sosial dan kecacatan. Kita menolak semua teologi yang menekankan bahwa kepentingan manusia di atas kepentingan alam (Seong-Won Park, 2005:189).

Integritas pelayanan HKBP juga mesti diaplikasikan dalam konteks pluralisme dalam pengertian yang luas baik secara internal (dalam HKBP dan gereja-gereja) maupun secara eksternal (terhadap umat beragama lain, khususnya Islam
).
Pelayanan jemaat tidak dapat lagi dibatasi untuk sekedar mengawal tradisi atau memurnikan tradisi (membangun orthodoksi), dimana pelayanan kategorial tidak sesederhana yng kita pahami lagi dalam konteks jemaat agraris tempo dulu. Sebab, warga jemaat sendiri dalam kategori umur (Sekolah Minggu, Remaja dan Naposo Bulung, Ibu dan Bapak) sudah sangat pluralistik baik di tingkat pergumulan dan pemahaman imannya. Lebih-lebih lagi dalam menghadapi umat dari denominasi gereja yang lain, maupun menghadapi saudara-saudara kita yang Islam. Semua itu membutuhkan kesiapan berdialog dan kematangan sikap, sehingga HKBP tidak terjebak dalam sikap defensif, tetapi sesuai dengan visi dan misinya harus mampu mendengar dan memahami komentar dan ketakutan dari saudara-saudara kita yang beragama lain. Visi dan misi HKBP sebagai gereja yang inklusif, dialogis dan terbuka dalam konteks pluralisme, hanya akan tinggal slogan apabila tidak secara gradual mempersiapkan pemuda gereja yang dewasa dalam iman, peka terhadap perkembangan zaman dan fleksibel dalam pergaulan nasional dan internasional. Sejarah mencatat bahwa revolusi dan reformasi besar biasanya terjadi melalui mobilisasi orang-orang muda yang mengalami pencerahan intelektual , politik dan spritual, kemudian menyadari berbagai kelemahan ajaran dan kebijakan tradisonal, yang menghambat kemajuan serta membelenggu kebebasan individu (Huntington, 2002:116.119).

PENUTUP

Pemberdayaan dan Transformasi adalah thema pokok yang perlu diterjemahkan dalam persekutuan, kesaksian, pelayanan, dan pengembangan pendidikan HKBP. Pemberdayaan yang dimaksudkan adalah dengan memberi kepercayaan kepada warga, menhembangkan prakarsa, meningkatkan keahlian (kompetensi), menggerakkan potensi, dan mengorganisasikan sumberdaya yang ada. Pada pihak lain transformasi berarti mengupayakan pembaharuan menyeluruh, dan melakukan perubahan mendasar guna mencapai mutu yang maksimal termasuk dalam berbagai Peraturan dan kebijakan, serta meninjau dan mengkaji ulang kurikulum Pendidikan Agama Kristen dalam Program Sekolah Minggu, Remaja, Pemuda, kaum Bapak dan Ibu.

Tugas mendesak saat ini adalah bekerjakeras untuk mengukuhkan HKBP menjadi gereja sebagai kekuatan pemberdayaan dan transformasi . Bahagian dari tugas itu mungkin termasuk mencari struktur, format dan pengorganisasian yang cocok untuk HKBP, agar berorientasi ke masa depan, mengikuti perkembangan strategis, dan mampu menghadirkan Kerajaan Allah di dunia ini. .

Sebelum mengakhiri paparan ini, ijinkan saya mengucapkan untaian terimakasih kepada Universitas HKBP Nommensen dan PI Del yang memprakarsai Seminar yang sangat penting ini. Tuhan memberkati.

PEMUDA HKBP DIPILIH UNTUK BERBUAH (YOHANES 15:16)

PEMUDA HKBP DIPILIH UNTUK BERBUAH (YOHANES 15:16)

Oleh:

Pdt. Willem TP Simarmata, MA, Sekretaris Jenderal HKBP


Pendahuluan

Thema Youth Camp 2008 ini menjadi sangat relevan ketika masyarakat mempertanyakan eksistensi dan kiprah pemuda gereja akhir-akhir ini. Memang secara defacto ada berbagai organisasi pemuda gereja, namun belum terdengar gaungnya ditengah-tengah pergumulan bangsa dan negara. Secara khusus, pemuda HKBP belum menunjukkan kiprahnya dalam reformasi tatanan sosial politik kemasyarakatan pasca Orde Baru. Oleh karena itu, thema kemah pemuda saat ini patut digumuli secara alkitabiah, dan membangun refleksi aktual, yang mendorong pemuda HKBP memacu pelayanan dan kesaksiannya di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan negara.

Sebagaimana Gereja membangun dan mengimplementasikan visi panggilannya berdasarkan firman Tuhan yang mengatakan: “Akulah yang memilih kamu, dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.” (Yoh. 15:16). Maka, demikianlah pemuda gereja seyogianya membangun dan mengimplementasikan visi panggilannya dalam berbagai karya nyata, yang sungguh-sungguh dapat mejadi berkat bagi semua.

Pergumulan dan Peluang Pemuda Masa Kini

Sebagai gereja masa depan (the Churchmen of tomorrow), maka pemuda gereja perlu membangun spiritualitas yang benar-benar mampu menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah di tengah-tengah perubahan zaman. Gereja yang tidak membekali pemudanya dengan spiritualitas murid Yesus yang sejati (Matius 28:19) tidak akan dapat berdiri sebagai saksi Kristus. Gedung-gedung gereja yang megah saat ini, sebagaimana telah dialami oleh saudara-saudara kita di Barat, akan menjadi monumen bisu dengan fungsi yang sama sekali jauh dari makna bait suci yang sesungguhnya.

Sering kali kita mendengar ungkapan bahwa “pemuda adalah bunga-bunga gereja.” Pertama-tama hal itu menggambarkan sifat atau kharakter pemuda yang penuh daya tarik, dan hal-hal yang menyenangkan. Kedua, menggambarkan masa depan yang penuh tantangan, di mana tingkat persaingan semakin tinggi, perubahan nilai-nilai dan gaya hidup yang semakin variatif serta kompleks. Oleh karena itu, pemuda gereja perlu memetakan konteks panggilannya pada awal millenium ketiga saat ini.

Ada beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian serius dalam upaya memetakan konteks panggilan pemuda HKBP saat ini.

Pertama, Pemuda HKBP perlu memahami panggilannya dalam konteks budaya dan adat istiadat yang berakar kuat dalam tradisi gereja. Pemuda HKBP akhir-akhir ini cenderung abai terhadap kultur Batak yang mengakar di dalam kehidupan bergereja. Apabila pemuda HKBP tercerabut dari akar budayanya, maka hal itu akan menjadi kendala yang serius dalam mengartikulasikan aspirasi dan misi yang diemban di pundak pemuda gereja. Adat dan budaya Batak acap kali dilihat sebagai kendala bahkan hambatan yang perlu disingkirkan agar pemuda gereja bebas mengaktualisasikan diri di tengah-tengah jemaat dan masyarakat. Hal itu tidak perlu terjadi apabila pemuda gereja mampu mengapresiasi nilai-nilai budaya dan adat Batak, yang selama ini terbukti mampu merekat dan mendinamisir persekutuan dan pelayanan HKBP dari waktu ke waktu. Kehadiran HKBP di Singapura, Los Angeles, New York, dan di berbagai penjuru dunia, itu tidak terlepas dari kultur dan tradisi Batak yang melekat dalam diri setiap warga jemaat HKBP. Sebab, ke mana masyarakat Kristen Batak pergi, mereka turut serta membawa gerejanya, HKBP. Apa artinya itu? Pemuda HKBP benar-benar terpanggil untuk membekali diri dengan pemahaman budaya dan adat Batak yang baik dan benar di dalam terang firman Tuhan.

Sebagaimana dikemukakan secara panjang lebar oleh Samuel P. Huntington (2002:111-121), bahwa memudarnya dominasi budaya barat, bukan saja berdampak pada menguatnya akar budaya lokal, tetapi juga potensil menimbulkan benturan budaya pada generasi muda. Sebab tingkat mobilisasi orang-orang muda dan penguasaan teknologi yang tinggi, tanpa dibarengi spiritualitas yang sehat dan benar akan mudah ditunggangi oleh kaum fundamentalist, sehingga sangat potensil melahirkan generasi muda yang ekstrim[1]. Generasi muda yang terperangkap dalam arus fundamentalisme sempit seperti itu tidak akan dapat berbuah, dan mustahil menjadi berkat bagi masyarakat dan bangsa. Pemuda HKBP perlu banyak belajar tentang kearifan lokal, khususnya yang berakar dalam budaya dan adat Batak. Hal itu akan sangat bermanfaat untuk mereduksi fanatisme sempit dalam kehidupan beragam.

Yesus sendiri dalam masa muda-Nya menunjukkan perhatian dan apresiasi yang tinggi terhadap adat dan budaya Yahudi. Sehingga dalam memenuhi panggilan-Nya, (sebagai Mesias di tengah-tengah masyarakat dan bangsanya yang menderita dalam berbagai aspek kehidupan), Yesus dengan mantap menerjemahkan kasih Allah di dalam adat istiadat nenekmoyang-Nya. Hal itu ditunjukkan oleh Yesus, misalnya dalam kehadirannya di pesta Kana (Yohanes 2:1-11), di mana Yesus mengubah air menjadi anggur yang terbaik bagi tuan rumah yang nyaris kehilangan harga diri karena kekurangan anggur. Lihatlah, bahwa Yesus hadir memberikan buah pelayanan yang membebaskan orang dari rasa malu dan cemooh. Secara eksistensial, pemuda HKBP terpanggil untuk mengubah berbagai kelemahan, kecemasan, dan keprihatinan sosial menjadi kesuksesan, kekuaan dan kebanggaan masyarakat, bangsa dan negara.

Kedua, abad 21 yang dikenal dengan era globalisasi dan informasi memberikan peluang yang besar dan luas bagi pergaulan muda/mudi dengan wawasan global. Sebab, pergaulan lintas budaya dan agama memungkinkan muda-mudi gereja mengenal berbagai kemajuan dalam berbagai bidang, kemudian menarik banyak nilai-nilai positif untuk pengembangan diri dalam karier. Namun, satu hal yang patut dicermati adalah menguatnya kecenderungan untuk melepaskan nilai-nilai lokal dan mengambil alih nilai-nilai global secara gegabah. Sehingga tidak jarang yang terjadi justru bukan pengembangan diri, melainkan kebingungan atau anomali kebudayaan dan religiositas yang mengaburkan spiritualitas pemuda Kristen yang mengarah kepada sinkritisme modern. Hal itu dapat dengan mudah diamati dalam kehidupan pemuda Gereja metropolis, yang dengan mudah dan tanpa beban telah mengalami perubahan gaya hidup menjadi sangat individualistik, liberalistik, materialistik, konsumeristik dan hedonistik.

Sepertinya, era globalisasi dan informasi telah disalah-manfaatkan kaum muda untuk memprotes dan memberontak terhadap nilai-nilai tradisional yang dianggap menekan emansipasi, membelenggu kebebasan berekspressi dan aktualisasi diri yang dikontrol sangat ketat oleh orangtua. Akibatnya, era globalisasi dan informasi acap kali dimaknai kaum muda sebagai kesempatan untuk membentuk komunitas kecil yang bersifat eksklusif, gaya hidup selebritis, seks bebas, suka minum alkohol dan mengkonsumsi narkoba, dengan harapan memberikan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan.

Sehubungan dengan itu, sebaiknya pemuda HKBP duduk bersama merenungkan panggilan Tuhan untuk menghasilkan buah yang lebat dengan membangun komunikasi dan jaringan kerja yang luas. Pemuda HKBP hendaknya memiliki sense of crisis dan sense of urgency di dalam pusaran arus globalisasi dan informasi, agar tidak dikacaukan oleh nilai-nilai global yang diwarnai oleh neo-liberalisme. Neo-liberalisme memperkenalkan kebahagiaan dan harga diri terletak di dalam kesuksesan ekonomi dan kekuasaan politik.[2] Pemuda HKBP perlu menyadari kenyataan yang dihadapi oleh kaum muda Indonesia saat ini secara umum dan pemuda gereja secara khusus. Pada dekade pertama abad 21 ini, paling tidak ada 7 masalah dan tantangan yang dihadapi oleh kaum muda di Indonesia, yaitu keretakan hidup berbangsa dan formalisme agama, korupsi yang merata dari pusat hingga daerah, kemiskinan, pengangguran, premanisme, ketidakadilan genderj dan kekerasan dalam rumah tangga, serta masalah narkotika dan obat terlarang (Philips Tangdilintin, 2008:39-68).

Oleh karena itu, pemuda gereja perlu memelihara sense of crisis agar mampu membangun solidaritas sosial dan tidak terbuai dengan kenikmatan sesaat yang ditawarkan oleh kemajuan zaman yang semakin kapitalistik. Secara khusus, solidaritas pemuda gereja perlu dibangun untuk menangani depressi yang dialami oleh kaum muda karena tingkat pengangguran yang setiap tahun meningkat. Pada tahun 2003, misalnya dari 100 juta angkatan kerja, terdapat sekitar 40 juta penganggur; pada tahun 2006 melonjak menjadi 10,8 %. Angka itu cenderung akan semakin meningkat pasca kenaikan harga BBM. Beban ekonomi rakyat yang sedemikian berat akan meningkatkan jumlah anak-anak putus sekolah, yang pada gilirannya menjadi anak-anak terlantar. Sebab, kemiskinan juga terus meningkat. Sebagaimana telah diingatkan oleh badan PBB, bahwa saat ini masih ada 1,5 milyar orang yang hidup dari 1 US dollar per hari. Kondisi di Indonesia sendiri, apabila mengikuti kriteria Bank Dunia, maka kemiskinan di Indonesia meliputi 108, 78 juta penduduk yang hidup dengan biaya kurang dari 2 US dollar per hari/per orang. Semua itu terjadi oleh karena kebijakan pembangunan nasional belum berpihak pada rakyat miskin, terutama petani, nelayan, dan buruh, melainkan berpihak kepada para kapitalis (Tangdilintin, 2008: 44-46).

Artinya, pemuda gereja tidak boleh terlena dengan hiruk pikuk agenda globalisasi yang kapitalistik, ataupun bingung di tengah jalan buntu oleh karena sulitnya mendapatkan pekerjaan. Tetapi pemuda gereja harus mampu mengembangkan diri sebagai agen pembaru (agent of change). Pemuda HKBP sudah waktunya mengembangkan diri sebagai pusat pencerahan dan ispirasi bagi banyak remaja dan pemuda yang terlena oleh daya tarik produk-produk era globalisasi. Oleh karena itu, panggilan pemuda HKBP untuk menghasilkan buah harus diterjemahkan dengan pemberdayaan kaum muda untuk mengembangkan kreativitas dan prakarsa pembangunan. Pemuda HKBP perlu mengorganiser diri secara sinergis untuk mengoptimalkan pembentukan kharakter pembaharu yang militan di tengah-tengah arus globalisasi. Sejarah mencatat bahwa revolusi dan reformasi besar biasanya terjadi melalui mobilisasi orang-orang muda yang mengalami pencerahan intelektual, politik dan spiritual, kemudian menyadari berbagai kelemahan ajaran dan kebijakan tradisional, yang menghambat kemajuan serta membelenggu kebebasan individu (Huntington, 2002:116,119).

Ketiga, menguatnya individualisme dan materialisme merupakan fenomena global yang perlu mendapat kajian pemuda gereja dalam mendisain pelayanan yang berdimensi spiritual. Artinya, gejala-gejala kehidupan bergereja di negara-negara kaya akan menjadi kenyataan yang tidak dapat ditunda dalam masyarakat kita pada abad ke-21 ini, di mana menguatnya individualisme bukan saja mempengaruhi sikap enggan mencampuri pribadi orang lain, tetapi lebih jauh dari situ, adalah semakin menguatnya keinginan untuk menentukan pilihan pribadi tanpa harus terbeban dengan penilaian orang lain, baik keluarga maupun masyarakat umum.

Peter Marber secara mendalam menganalisis fenomena bergereja di negara-negara kaya, bahwa penurunan secara drastis jumlah orang yang menghadiri kebaktian di gereja, terutama oleh orang-orang muda, adalah merupakan hasil dari suatu pilihan pribadi dari suatu masyarakat individualistik. Persentase orang Amerika yang dilaporkan datang ke gereja (beribadah) paling tidak satu kali satu bulan, ternyata turun dari 60 % pada tahun 1981 menjadi 55 % pada tahun 1998, bahkan dalam survey yang berbeda dalam 25 tahun ini agaknya penurunan sudah mencapai 10-12 %. Sedangkan di Australia, tingkat kehadiran orang beribadah turun dari 40 % pada tahun 1981 menjadi 25 % pada tahun 1998 (Peter Marber, 2003:98-99).

Di Indonesia, hal itu tidak mudah dianalisis, sebab secara kwantitatif jumlah jemaat yang beribadah di gereja tatap tinggi, namun bila dihitung dari total seluruh warga jemaat yang terdaftar, maka sebenarnya persentase jumlah warga jemaat yang tidak datang beribadah mungkin bekisar di antara 35-50 %. Adalah suatu fenomena umum di gereja-gereja kita, bahwa setelah pelajar katekisasi sidi (parguru manghatindangkon haporseaon) menyelesaikan kursusnya, maka sekitar 50-70 % tidak datang lagi ke gereja, memang sebagian karena melanjutkan studi ke luar daerah, tetapi di perantauan (tempat studinya) pun mereka tidak aktif lagi.

Ada indikasi yang kuat bahwa menurunnya semangat bergereja kaum muda, bukan saja karena faktor globalisasi yang merasuki kaum muda dengan roh individualisme dan materialisme, tetapi terutama oleh karena formalisme agama. Di mana penghayatan agama yang dangkal dan bersifat ritual-seremonial, tidak lagi dihayati sebagai nilai dan sikap hidup pribadi maupun umat Allah. Orang muda masih tetap datang ke gereja dengan jumlah yang signifikan, tetapi apa yang didengar dan dilakukannya di dalam ibadah sama sekali tidak mempengaruhi gaya hidup dan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, panggilan Tuhan untuk berbuah mestinya diterjemahkan juga dengan membina persekutuan pemuda HKBP yang dinamis dan intens mendalami relasi vertikal (kehidupan beriman) yang mendorong penguatan relasi horizontal (kehidupan sosial-kemasyarakatan). Artinya, kebaktian dan persekutuan pemuda HKBP hendaknya mendorong pemuda/i gereja semakin dekat kepada Tuhan, dan juga semakin dekat dengan sesama jemaat dan masyarakat sekitar.

Membina Pemuda yang Berbuah Lebat

Pergumulan dan peluang pemuda gereja masa kini yang digambarkan di atas menuntut suatu redefinisi dan reformasi pemuda gereja secara kontekstual. Sudah waktunya gereja memandang pemuda sebagai bagian integral dari persekutuan jemaat. Pemuda gereja bukan lagi sebatas the churchmen of tomorrow, melainkan juga sebagai komponen masa kini (the churchmen of today) yang memiliki hak dan tanggungjawab yang sama dengan orangtua atau anggota jemaat yang sudah berkeluarga. Secara ekklesiologis, jelas bahwa setiap orang yang telah naik sidi telah memiliki hak untuk ikut serta dalam perjamuan kudus, sebagai simbol dari kematangan spiritual untuk menghayati relasi vertikal di dalam kehidupan bersama orang-orang kudus dan lingkungan sekitarnya. Sebagaimana diserukan oleh kaum muda Australia pada suatu Youth Convention di Sydney, 1982: “Today is ours! The hope of today is in our hands. Give us our share of today and only then will we be ready to meet and shape the future.” “Hari ini adalah milik kami! Harapan hari ini terletak di tangan kami. Beri kami kesempatan berperan hari ini, dan hanya dengan cara itu kami akan siap menyongsong dan menaa hari esok.” (Tangdilintin, 2008:34). Artinya, apabila pemuda gereja diharapkan berbuah lebat, maka gereja tidak boleh tidak mesti memperlengkapi dan melatih pemuda gereja untuk memahami panggilannya sesuai dengan kharakter kaum muda di tengah-tengah tantangan globalisasi saat ini.

Pertama, pemuda gereja harus lebih konsern menanganai masalah penghayatan iman yang operasional, dalam arti tidak cukup lagi pendalam alkitab yang bersifat intelektual semata, melainkan mampu memahami kehendak Tuhan dari lubuk hati yang terdalam. Secara intelektual bisa saja orang muda menganggap bahwa adat dan budaya Batak sebagai warisan nenekmoyang yang tidak relevan lagi dengan pergumulan gereja masa kini. Namun, justru Kristus sendiri memenuhi panggillan-Nya di tengah-tengah dunia ini bukan saja mengapresiasi adat dan budaya nenekmoyang-Nya, tetapi turut ambil bagian dalam memelihara adat dan budaya bangsa-Nya untuk kesejahteraan semua orang. Spiritualitas kita yang sesungguhnya baru akan menjadi jelas ketika kita mengambil sikap dan respon yang baik dan tepat atas semua realitas kehidupan yang semakin hari semakin tidak sesuai dengan rencana agung penciptaan, yang “sungguh amat baik” (Kejadian 1:31).

Sesungguhanya, panggilan untuk berbuah dalam Yohanes 15:16 pertama-tama mengajak kita untuk memeriksa relasi kita dengan Kristus. Sebab, tanpa relasi vertikal yang benar dengan Kristus, maka pemuda gereja tidak akan mampu berbuah lebat. Sebagaimana dikatakan oleh Yesus: “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:4-5). Implikasinya adalah orientasi pembinaan harus diarahkan pada character building, melalui proses internalisasi nilai-nilai moral, kultural dan spiritual, sehingga akan lahir suatu generasi gereja yang memiliki kepribadai utuh, dalam arti menadari identitasnya sebagai warga masyarakat dan jemaat pada satu sisi, dan sebagai warga kerajaan sorga yang telah dikuduskan dan dipersekutukan di dalam Kristus pada sisi lain. Oleh karena itu, pemuda gereja harus mengembangkan persekutuan pembacaan/pendalaman Alkiab, tidak boleh lagi berkumpul hanya untuk latihan paduan suara, walaupun itu juga penting. Direktur Pembinaan Pemuda Gereja sudah harus memiliki program pendalaman iman di setiap wilayah pelayanan HKBP. Gereja juga harus secara terbuka mengkaji bentuk-bentuk kebaktian yang bersifat reflektif dan dapat menuntun pemuda menghayati imannya secaa atraktif dan meditatif. Rancangan kebaktian khusus kaum muda hendaknya mampu membangun kesadaran akan pentingnya persekutuan dan kebersamaan dengan jemaat, penghargaan dan kepercaan diri sendiri, dan memiliki komitmen yang kuat untuk menyaksikan imannya di tengah-tengah realitas kehidupannya sehari-hari. Artinya, di mana pun seorang pemuda HKBP berada dengan profesi apa pun, maka di sana ia mampu mengaktualisasikan diri sebai warga jemaat yang bertanggungjawab sebagai saksi Kristus.

Kedua, pemuda gereja yang berbuah lebat membutuhkan pelatihan yang menghasilkan ketaatan sebagai seorang sahabat. Menarik sekali memperhatikan di sini, bahwa ketaatan yang dimaksud bukan saja karena disiplin yang ketat, tetapi malah ketaatan yang didasarkan oleh kasih persaudaraan (philia). Di mana kasih seorang sahabat bukan saja menunjukkan solidaritas sosial yang tinggi, tetapi pengorbanan yang sempurna dengan menyerahkan nyawa sendiri. Kesediaan mengorbankan nyawa sendiri bagi seorang sahabat adalah gambaran dari pengosongan diri yang dilakukan Yesus ( Filipi 2:7-11). Artinya, kepribadian seorang pemuda gereja, yang sungguh-sungguh bersedia mengorbankan nawanya, sudah pasti bersih dari segala virus egoisme dan individualsme yang merasuki manusia pada zaman postmodern saat ini. Orang yang mampu mengorbankan nyawanya demi sahabat-sahabatnya adalah mereka yang tidak akan keberatan untuk memenuhi panggilannya secara all out, tuntas dan berkelanjutan.

Pemuda HKBP sudah waktunya merevitalisasi mottonya: “Masitangiangan, Masiurupan, Masihaposan.” Motto itu hanya akan bertumbuh dan operasional dalam persekutuan orang-orang yang benar-benar dipersatukan dalam Tubuh Kristus. Hanya di dalam Kristus orang Kristen umumnya, dan pemuda gereja khususnya dapat hidup sebagai komunitas yang saling mendoakan, saling membantu dan saling percaya. Di luar persekutuan dengan Kristus, pemuda gereja melihat sesamanya sebaagai saingan, yang harus dikalahkan, dan tidak dapat dipercaya. Oleh karena itu, pelayanan terhadap pemuda gereja pada dasarnya juga mesti dilakukan dengan sentuhan cinta kasih sebagaimana telah dilakukan oleh Yesus.

Pelayanan terhadap kaum muda acap kali mengalami kegagalan atau paling tidak jalan ditempat, oleh karena para majelis dan orangtua memandang pemuda gereja sebagai pembantu, yang dianggap anak bawang, dan belum layak dipercaya untuk tugas pelayanan jemaat. Pelayanan terhadap kaum muda tanpa cinta kasih akhirnya menjadi pelayanan asal jadi, tanpa orientasi yang jelas. Oleh karena itu, pemuda gereja yang diharapkan berbuah lebat mesti diberi kepercayaan dan tanggungjawab untuk mengeksplorasi segala potensi yang ada di dalam jemaat, serta mendorong mereka berperan sosial aktif. Gereja perlu mendorong pemuda untuk menumbuh-kembangkan kepekaan sosial politik, secara khusus memperjuangkan hak azasi manusia tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, bahasa, budaya dan agama mana pun.

Ketiga, panggilan untuk berbuah lebat bagi pemuda HKBP pada saat ini harus dipahami dalam konteks persahabatan lintas sosial budaya, di mana segala bentuk diskriminasi ditiadakan, sehingga hubungan sosial berlangsung sejajar dan penuh kasih persaudaraan. Persekutuan nir-subordinat tersebut berpusat pada Kristus. Di dalam Kristus semua orang berada pada jari-jari lingkaran yang sama dan sebangun. Eksistensi dan kiprah pemuda HKBP baru akan berdampak dalam perputaran roda kehidupan sosial politik apabila semua anggota sama-sama bergerak dalam pelayanan yang saling membangun (masiurupan) di dalam poros pelayanan gereja secara institusional. Oleh karena itu, pemikiran yang memandang pemuda HKBP membangun persekutuan dan pelayanan yang bersifat independen, seperti halnya organisasi pemuda sekuler sejenis KNPI, HMI atau GMKI sekalupun, bukanlah yang dimaksudkan oleh Yesus. Sebab, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pemuda gereja merupakan komponen gereja itu sendiri. Gereja sebagai perwujudan Tubuh Kristus di tengah-tengah dunia ini hidup dan berkarya dalam satu tubuh, satu roh, dan satu jiwa, termasuk di dalamnya pemuda.

Lebih jauh dari situ, persekutuan dan pelayanan pemuda mesti dilihat dalam konteks yang lebih luas meliputi persekutuan oikumenis. Sehingga pemuda gereja dalam semangat oikumenis yang saling menghormati tradisi denominasi masing-masing, dapat mengembangkan pelayanan yang berpihak pada pemberdayaan kaum lemah dan marjinal, terutama di daerah pedesaan dengan masyarakat agraris yang belum sungguh-sungguh mendapat perlindungan pemerintah. Sehubungan dengan itu, ada dua hal yang mesti disadari dan direspon secara teologis alkitabiah, yaitu pada satu sisi globalisasi memberikan signal yang kuat terhadap pemahaman oikumenis yang lebih luas dan terbuka, di mana masyarakat Kristen di berbagai belahan dunia cenderung melepaskan diri dari berbagai ikatan tradisi denominasional. Sehingga, suatu ketika kita tidak akan terkejut melihat pelayanan lintas denominasi semakin eksis, dan itu dapat menimbulkan gangguan psikologis bagi gereja-gereja aliran utama yang dominan selama dua abad terakhir. Memang, gerakan oikumenis seperti itu lebih terpusat pada masyarakat metropolis, di mana akses terhadap media dan komunikasi relatif lebih intens. Namun, jelas bahwa arus terhadap gereja non-denominasi seperti itu dapat menguat di tengah-tengah peradaban global abad 21.

Pada sisi lain, globalisasi yang merambah sampai kepada pelosok-pelosok melalui jaringan komuniasi dan media, bahkan juga dengan kapitalis yang berkiprah dalam agrobisnis organik, memberikan signal yang kuat terhadap benturan tradisi yang dapat mengendurkan nilai-nilai lokal. Oleh karena itu, pemuda gereja perlu memberikan penyadaran terhadap pentingnya nilai-nilai tradisional sebagai simbol identitas bangsa yang dapat digali untuk menjawab tantangan zaman. Masyarakat petani di pelosok-pelosok perlu mendapat pendampingan untuk mengembangkan pertanian organik, yang memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sistem pertanian dengan pupuk kimia. Masyarakat global yang sadar akan bahaya makanan produk kimiawi akan mencari produk organik, sebab masalah harga secara otomatis tidak akan menjadi persoalan, harga komiditas sudah dipercayakan sepenuhnya kepada pasar bebas.

Kedengarannya, isu terakhir ini kurang populer bagi kaum muda yang cenderung melirik pusat-pusat kota metropolitan sebagai tempat yang menjanjikan masa depan yang sejahtera. Namun, justru itulah tantangan pemuda gereja, dan masalah spiritualitas pemuda gereja tidak lepas dari komitmennya terhadap pemberdayaan petani dan nelayan, yang sampai hari ini belum mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah. Kebijakan ekonomi kita belum sungguh-sungguh berpihak kepada petani dan nelayan, sebagaimana dapat dilihat dari derasnya impor produk pertanian yang menjatuhkan harga jual produk para petani lokal. Sudah waktunya spiritualitas pemuda gereja diuji kualitasnya dengan seberapa besar berkat yang dapat diberikannya untuk membawa petani dan nelayan Indonesia menikmati kehidupan yang damai dan sejahtera.

Pemuda gereja dapat mengikuti jejak saudara kita dari Gereja-gereja Reform yang telah merumuskan sebuah janji iman yang disebut dengan: Covenanting for justice, yang salah satu statemennya mengatakan, bahwa “kita percaya bahwa Allah memanggil kita untuk berdiri disamping para korban ketidakadilan. Kita tahu bahwa kita diminta oleh Allah untuk melakukan keadilan, cinta kasih, dan jalan yang benar di hadapan Allah (Mikha 6:8). Kita dipanggil oleh Allah untuk melawan segala bentuk ketidakadilan dalam ekonomi dan pengrusakan lingkungan, sehingga keadilan dapat mengalir seperti air dan kebenaran seperti sungai (Amos 5:24). Oleh karena itu, kita menolak semua teologi yang mengatakan bahwa Allah hanya berpihak pada yang kaya, dan kemiskinan adalah akibat kesalahan dan kemalasan orang miskin. Kita menolak segala bentuk ketidakadilan yang menghancurkan hubungan yang baik antar jender, ras, strata sosial dan kecacatan. Kita menolak semua teologi yang menekankan bahwa kepentingan manusia diatas kepentingan alam (Seong-Won Park, 2005:189).

Bahan bacaan:

1. Beyer, Ulrich Berani Tampil Beda, BJU, Medan, 2005.

2. Bluck, John., Evervyday Ecumenism - Can You Take The World Church Home?, WCC Publication, Geneva, 1987.

3. Huntington, Samuel P., The Clash of Civilizations And The Remaking of World Order, Simon & Schuster Australia, Sydney, 2002.

4. Marber, Peter., Money Changes Everything, How Global Prosperity Is Rehsaping Our Needs, Values, and Lifestyles, Financial Times (FT) Prentice Hall, New Jersey, 2003.

5. Park, Seong-Won. (Guest Co-editor), “Covenanting for Justice: the Accra Confession”, dalam Reformed World, Volume 55, September 2005.

6. Rauchfuss, Sonja., “Youth and neoliberal globalization: a German perspective,” dalam Reformed World, Volume 56, March 2006.

7. Stott, Jhon., Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristen, Penilaian Atas Masalah Sosial dan Moral Kontemporer, YKBK/OMF, Jakarta, 1994.

8. Tangdilintin, Philips, Pembinaan Generasi Muda, dengan proses manajerial VOSRAM, Kanisius, Yogyakarta, 2008.



[1] Generasi muda fundamentalis akan cenderung membalaskan kegagalan masa lalu dengan berbagai tindak kekerasan, seperti terorisme yang merugikan dalam segala hal, termasuk merugikan bagi agama pelakunya. Analisis Huntington tidak dapat dibantah, sebab fakta menunjukkan bahwa mereka yang terlibat dengan jaringan terorisme internasional yang sangat rapi dan canggih, termasuk yang beroperasi di Indonesia, ternyata adalah generasi muda dengan intelektualitas dan mobilitas tinggi, tetapi tidak memiliki arah dan tingkat pertumbuhan spiritual yang baik dan konstruktif. Pertumbuhan Islam secara demografis dan kebangkitan Islam sebagai salah satu akibat dari kemunduran budaya barat (warisan kekristenan), menurut Huntington merupakan faktor utama yang menimbulkan berbagai konflik dengan umat beragama lain.

[2] Pemuda HKBP perlu mengantisipasi pengaruh luas dari neoliberalisme dalam berbagai sektor, yang semestinya menjadi pusat pembentukan moral dan spiritual masyarakat, tetapi kemudian diubah menjadi komoditi yang berorientasi keuntungan ekonomik. Pengaruh neoliberalisme terhadap kaum muda, terutama melalui perubahan ekonomi, ketidakseimbangan demografis, dan pluralisme budaya. Perubahan ekonomi, misalnya dapat diamati melalui penggunaan telepon seluler, internet dan video game. Saat ini para remaja dan pemuda, mulai dari yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama hingga Mahasiswa, merupakan kelompok pengguna telepon selular, video game, dan internet yang paling tinggi. Ini merupakan fenomena global, yang dijumpai hampir di semua negara, terutama di negara-negara kaya. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap kaum muda di Jerman, terbukti bahwa persentase kelompok usia 15-25 tahun merupakan kelompok umur yang secara reguler menggunakan komputer, internet dan video game, dan ternyata sejak tahun 1997 meningkat dua kali lipat dari 21 % menjadi 43 %. Malahan disebutkan, bahwa 80 % pemuda di Jerman secara reguler menggunakan mobile telephone. Penggunaan alat komunikasi canggih dan akses informasi yang komprehensif seperti internet yang demikian tinggi, justru mempertegas individualisme dan kepelbagaian pilihan dan sikap kaum muda di Jerman.

Sekjen HKBP Pdt WTP Simarmata MA Ulosi Pj Bupati Batubara Drs Syaiful Syafri MM

Lima Puluh (SIB)
Sekretaris Jenderal HKBP Pdt. WTP. Simarmata, MA didampingi Preses HKBP Distrik V Sumatera Timur Pdt. DR. Plaston Simanjuntak dan Pendeta Resort HKBP Lima Puluh H. Purba mengulosi Pj. Bupati Batubara Drs. Syaiful Syafri, MM seusai peresmian Gedung Serbaguna Maranata di Jl. Besar Lima Puluh, Minggu 20 Juli 2008.
Menurut Sekjen HKBP Pdt. WTP. Simarmata, MA, pemberian ulos kepada Pj. Bupati Batubara Drs. Syaiful Syafri, MM sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas kehadirannya pada peresmian Gedung Serbaguna Maranata yang dibangun putra-putri perantau asal Batubara dengan jemaat HKBP di kecamatan Lima Puluh.
Diharapkan, dengan berdirinya Gedung Serbaguna ini, kata Simarmata, dapat dijadikan tempat untuk melatih masyarakat di bidang pertanian, perkebunan atau lainnya dalam rangka memajukan Kabupaten Batubara. Sekjen HKBP Simarmata juga menekankan agar para pengurus Gedung Serbaguna dapat memanfaatkannya dan merawatnya dengan baik sehingga bantuan perantau dapat dirasakan oleh para jemaah HKBP dan masyarakat luas.
Kerukunan Yang Baik
Sementara itu Preses HKBP Distrik V Sumatera Timur Pdt. DR. Plaston Simanjuntak dalam sambutannya mengatakan, Distrik V mempunyai wilayah kerja kota Siantar, Simalungun dan Batubara. Di Distrik V membawahi 240 gereja dan 44 resort. Salah satu resort HKBP di Lima Puluh ini kata Simanjuntak keberadaan gereja berdiri berdampingan dengan Mesjid Raya di Kecamatan Lima Puluh, dan masyarakatnya hidup rukun dan damai dalam menjalankan ibadah sehingga menjadi kebanggaan masyarakat Sumut dan Indonesia.
Pj. Bupati Batubara Drs. Syaiful Syafri, MM dalam sambutannya mengatakan merasa bangga bahwa putra-putri perantau Batubara seperti Ir. Perdinan Siahaan, Arifin Siahaan, Firman Siahaan, Ir. Otto Hasibuan, Drs. M. Hutasoit, dll masih mengingat kampung halamannya dan bekerja sama dengan jemaat HKBP di Lima Puluh telah mampu membangun sebuah gedung yang mampu menampung 1000 orang. Diharapkan gedung yang megah ini bisa dijaga kebersihannya, dan untuk mendukung keindahan gedung, kata Syaiful Syafri, pemerintah daerah membantu 9 titik penerangan sehingga gedung ini benar-benar indah. Kepada masyarakat perantau asal Batubara dari suku lainnya hendaknya bisa meniru putra putra perantau Batubara dari suku Batak ini, karena masih banyak masyarakat kita yang membutuhkan uluran tangan perantau untuk perbaikan sarana air bersih, rumah tidak layak huni maupun bantuan permodalan usaha.
Hadir dalam peresmian gedung ini Panitia penyelenggara Erwin Sianipar, Sp.pd., Camat Lima Puluh, Kadis Perhubungan Drs. Sahala Nainggolan, Calon Bupati Batubara Parlindungan Sinaga dan Drs. OK. Arya. (Rel/h)

* sumber Harian SIB

Senin, 14 Juli 2008

Pesta Pembangunan Gereja Sending HKBP Sungai Bantal:Terpanggil Untuk Bersaksi dan Membangun Kehidupan yang Bermartabat

Pesta Pembangunan Gereja Sending HKBP Sungai Bantal:

Terpanggil Untuk Bersaksi dan Membangun Kehidupan yang Bermartabat

(Marturia yang Diakoni)

�HKBP adalah Gereja yang ber-Sending�. Ungkapan ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi HKBP. Bukan hanya karena HKBP di dalam sejarahnya sebagai buah upaya sending, tetapi oleh karena kesetiaan terhadap pengutusan Yesus Kristus sebagai �Raja Gereja� untuk memberitakan Injil ke semua bangsa dan kepada semua makhluk (Markus 16:15). Untuk itulah HKBP berkewajiban untuk memberitakan Injil dan membawa jiwa kepada pengenalan di dalam iman kepada Yesus Kristus sebagai Juru Selamat dunia. Akan tetapi, jemaat HKBP mungkin tidak semua tahu jikakalau HKBP telah memiliki daerah sending sendiri. Atau sudah banyak jemaat yang tahu akan tetapi tidak mengenal persis bagaimana situasi dan kondisi daerah sending HKBP.

HKBP telah menjalankan kegiatan penginjilan ke berbagai daerah, salah satunya adalah Pulau Rupat sejak 1969. Di Pulau Rupat, HKBP telah mendirikan 6 Pos Pekabaran Injil yaitu: Pos PI Kuala Simpur, Pos PI Hutan Ayu, Pos PI Sungai Bantal, Pos PI Sungai Carok, Pos PI Sungai Raya dan Pos PI Gunap dengan jumlah jemaat berkisar 1448 jiwa. Telah dibangun pula 2 Balai Pengobatan, yaitu di Hutan Pancur dan Sei Bantal, dan 2 Balai Pendidikan yaitu di Hutan Ayu dan di Sei Bantal.

Penduduk Pulau Rupat terdiri dari Suku Akit, Melayu, Jawa, Etnis Thionghoa dan Batak. Masyarakat Pulau Rupat masih dibelit berbagai masalah kehidupan. Tingkat kesejahteraan masyarakat masih sangat memprihatinkan. Mata pencaharian penduduk adalah bertani, nelayan dan pedagang. Pencaharian hanya cukup untuk konsumsi keluarga. Beredar rumor bahwa Pulau Rupat akan menjadi sentra industri dengan jalur Malaysia, Singapura, Rupat dan Batam, sehingga tanah di Pulau Rupat menjadi incaran para pemilik modal. Tidak jarang penduduk setempat menjual tanah mereka dengan harga murah. Tingkat kesehatan juga sangat rendah. Selain karena kemiskinan, juga diakibatkan oleh masih minimnya tenaga medis dan kepercayaan kepada dukun didalam mengobati penyakit. Menurut salah seorang tenaga medis di Puskesmas Hutan Ayu, dr. Tota Br.Simorangkir, angka kematian bayi dan ibu saat melahirkan sangat tinggi di Rupat. Di samping karena usia menikah yang relatif muda, mereka lebih memilih dukun anak daripada bersalin ke Puskesmas.

Malam Penggalangan Dana

Perjalanan dimulai dari Pelabuhan Dumai dengan menumpangi kapal yang disediakan oleh panitia. Perjalanan ke Pulau Rupat sekitar 5 jam. Undangan yang hadir berjumlah sekitar 120 orang yang berasal Rombongan undangan berasal dari berbagai ressort yaitu dari HKBP Dumai, HKBP Sukajadi, HKBP Ressort Bunga Tanjung, HKBP Helvetia I Medan, HKBP Marthin Luther, HKBP Immanuel, HKBP Bukit Datuk, dan HKBP Bengkalis. Ikut juga bersama rombongan, Sekjen HKBP Pdt.W.T.P. Simarmata bersama ibu, Pdt. Tendens Simanjuntak, STh (Kepala Biro Pekabaran Injil HKBP), Pdt. Sedyo Joyo (pendeta di Biro PI HKBP), Pdt. L. Butarbutar,STh (Pendeta ressort HKBP Dumai), Pdt.A. Aritonang, SMTh (pendeta ressort HKBP Sukajadi), Pdt. Nikson Samosir, STh (pendeta HKBP Helvetia Melati Medan), Pdt. R. Silaban, STh (pendeta ressort HKBP Immanuel).

Sesampainya di Pelabuhan Selat Morong Pulau Rupat, seluruh undangan langsung disambut jemaat dengan sukacita, merubah suasana di dalam keletihan menjadi semangat kembali. Rombongan masih harus berjalan sejauh 2 km untuk sampai ke gereja Pos PI HKBP Sungai Bantal. Sesampainya di Gereja, rasa lapar dan letih terpulihkan dengan hidangan ala kadarnya berupa ubi rebus dan minuman hangat. Walau rombongan tidak sempat lagi untuk mandi karena keterbatasan waktu, acara Malam Penggalangan Dana disambut dengan sukacita. Acara dimulai dengan kebaktian malam yang dipimpin oleh Diak. Sarma Sinaga (litugis) dan Pdt. Sampe Waruwu, STh sebagai pengkotbah (Koordinator Pekabaran Injil Wilayah Pulau Rupat). Pdt.Sampe Waruwu, STh dalam khotbah (Matius 28:18) menekankan bahwa Pemberitaan dan Pewartaan Injil adalah Amanah Agung Yesus Kristus yang telah bangkit karena Pekabaran Injil sangat erat berkaitan dengan keselamatan dunia ini. Oleh karena itu tugas Pekabaran Injil di dalam tugas gereja mesti dilanjutkan dan diwariskan secara berkesinambungan di sepanjang sejarah hingga kesudahannya. Di dalam perjalanannya, Pekabaran Injil memang memiliki konsekuensi dan bahkan membutuhkan pengorbanan. Tetapi oleh karena penyertaan Roh Kudus, segala hambatan dapat diatasi dan Roh Kudus jugalah menguatkan untuk menjalani segala konsekuensinya. Pdt. Sampe Waruwu, STh merefleksikan keadaan Pekabaran Injil di Pulau Rupat sebagai daerah sending HKBP. Pekabaran Injil di Pulau Rupat sudah 39 tahun tetapi keadaan sangat memprihatinkan (sejak 1969, tetapi pembaptisan 28 Nopember 1971). Menurunnya pelayanan karena kurangnya para pelayan yang ditugaskan, padahal tugas pelayanan semakin banyak dan meluas. Secara fisik, bangunan gereja sudah lapuk termakan usia karena terbuat dari kayu. Ini dikarenakan masih kurangnya perhatian, padahal tugas Pekabaran Injil adalah Amanah Yesus Kristus, tetapi cenderung dilupakan dan dikesampingkan. Untuk itulah seluruh jemaat mesti menyemangati Pekabaran Injil kembali agar Nama Tuhan Yesus Kristus dimuliakan di bumi.

Acara kebaktian diisi dengan lagu pujian yang dibawakan oleh anak Sekolah Minggu dan anak Remaja Pos PI Sungai Bantal. Saat mengharukan adalah ketika anak-anak Sekolah Minggu menyanyikan lagu �Boan Sadanari� sebagai Motto Tahun Marturia. Setelah acara kebaktian berakhir dilanjutkan dengan makan malam ala kadarnya, dan diisi dengan acara tortor dan lelang. Setelah acara selesai (jam 23.30), tempat penginapan rombongan diatur di rumah-rumah jemaat .

Kebaktian Minggu

Prosesi dimulai dari rumah Pdt. Sampe Waruwu, STh. Rombongan prosesi disambut anak Sekolah Minggu dan mengalungkan bunga kepada Sekjen HKBP dan seluruh pendeta yang hadir. Jemaat sudah memenuhi tempat ibadah dengan kerinduan untuk bersekutu dan mendengar FirmanNya. Acara kebaktian dimulai jam 08.30 sebagai Liturgis adalah Pdt. Tendens Simanjuntak, STh dan pengkhotbah Pdt. W.T.P. Simarmata, MA. Sekjen HKBP Pdt.W.T.P. Simarmata, MA mengangkat nas khotbah dari Yeremia 29:4-14. Beliau menekankan di dalam khotbahnya bahwa ciri khas umat Kristen adalah dipanggil menjadi berkat bagi bangsa lain, seperti Abraham �Bapa Orang Percaya� yang dipanggil Tuhan menjadi berkat bagi bangsa lain. Demikian juga halnya dengan Pekabaran Injil adalah untuk membangun martabat dan membangun kesejahteraan kemanusiaan. Gereja hadir menjadi berkat bagi orang lain (the church for others), seperti Yesus yang berkorban dan mati bagi orang lain. Walau terkadang diuji, Tuhan tidak menginginkan umatNya menderita dan sengsara. Tuhan selalu menjanjikan Damai Sejahtera bagi umatNya. Untuk itulah umat harus senantiasa berdoa kepada Tuhan meminta peyertaan dan pertolonganNya. Tuhan menjanjikan Penyertaan ketika umatNya di dalam berpengharapan. Lebih janjut lagi, Sekjen mengimbau di dalam khotbah, bahwa Tuhan menginginkan umatNya untuk bekerja keras memperbaiki kehidupan, memberi keteladanan, mengampuni, menghormati orang tua, membangun damai dengan menjauhkan perseteruan, dan membangun kebersamaan. Beliau merefleksikan bahwa Rupat dipanggil Tuhan untuk �Ber-Marturia yang Diakoni� yaitu Bersaksi tetapi membangun kehidupan. Memberitakan Firman Tuhan adalah membangun kehidupan yang lebih baik dan membangun kesejahteran (melawan kebodohan, kemiskinan dan penyakit). Bersaksi dan membangun kehidupan adalah Pekabaran Injil yang sejati.

Acara kemudian dilanjutkan dengan makan siang dan lelang yang diselingi dengan tortor. Seluruh undangan mendapat kesempatan untuk manortor sesuai dengan asal gerejanya. Satu hal yang sangat mengharukan adalah atas kehadiran seorang jemaat (dipanggil �Ma Tua�) yang dibaptis menjadi Kristen 28 November 1971 (sebagai tahun lahirnya jemaat Pos PI Sungai Bantal). Amang Sekjen mendaulat beliau untuk manortor bersama para pendeta dan jemaat dengan rasa terharu memberikan �Tumpak� kepada �Ma tua�. Setelah itu �Ma Tua� rasa terharu menyampaikan rasa terima kasihnya atas kedatangan undangan dan berpesan agar jemaat di Pulau Rupat jangan diabaikan, sehingga mereka semakin teguh di dalam iman untuk mempercayai Yesus Kristus sebagai Juru Selamat.

Acara berakhir jam 15.00 sore, dan dana yang terkumpul pada pesta pembangunan gereja Pos PI HKBP Sungai Bantal berkisar 60 juta. Jemaat HKBP jangan tinggal diam untuk memajukan daerah sending. Jemaat Pulau Rupat adalah buah dari penginjilan HKBP, oleh karena itu tanggungjawab itu harus diemban. �Sapala naung tapungka, denggan ma tapareahi�.

foto.jpg

Pdt. Sedyo Joyo, Pdt. Tendens Simanjuntak, STh (Ka Biro Pekabaran Injil), Pdt. W.T.P.Simarmata, MA (Sekjen HKBP) dan Pdt. L. Butar-butar,STh (Pendeta Ressort HKBP Dumai) dalam perjalanan laut menuju Pulau Rupat.

foto6.jpg

Rombongan tiba di Pelabuhan Selat Morong Pulau Rupat.

fot3.jpg

�MaTua� (posisi duduk, salah seorang jemaat yang dibaptis menjadi Kristen pada tanggal 28 Nopember 1971 sebagai Hari berdirinya Gereja Sungai Bantal) didaulat manortor bersama para pendeta.

foto5.jpg

Anak Sekolah Minggu Pos PI Sungai Bantal menyanyikan koor di Malam Penggalangan Dana.

foto7.jpg

Jemaat dengan hikmah beribadah di Malam Penggalangan Dana.

foto4.jpg

Gereja Pos PI HKBP Sungai Bantal (gambar dalam depan) yang akan dibangun.