Selasa, 03 Juni 2008

Seminar Sehari


“Tongkat dan Kayu jadi Tanaman”

(Seminar Sehari: Pelipatgandaan Produksi Padi dan Percepatan Kedaulatan Pangan di Indonesia)

Indonesia sebagai negara agraris memiliki banyak potensi penghasil pangan nasional. Menurut data dari BPS Provinsi Sumut, 73,95 % aktivitas masyarakat Sumut hidup di sektor pertanian. Namun hasil yang diproduksi oleh para petani belum maksimal dimana produksi padi sebesar 3.007.636 Ton/tahun. Banyak metode yang dikembangkan para petani namun belum mengangkat kedaulatan pangan di wilayah Sumut bahkan di Indonesia. Padahal Sumut memiliki curah hujan yang rata-rata 173,5 mm/tahun dan potensi air tanahnya sebesar 119,8 Milyar m3 /tahun. Apakah kedaulatan pangan di Indonesia khususnya Sumut (Tapanuli) dapat ditingkatkan? Apakah kesejahteraan petani akan dapat ditingkatkan dengan jerih payahnya di pertanian? Pada masa sulit seperti ini, dapatkah produksi padi dilipatgandakan?

Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan pergumulan panjang para petani serta para pemerhati kehidupan petani, yang tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, HKBP yang peduli terhadap kesejahteraan hidup para petani mengadakan seminar sehari. Seminar ini digelar guna memaknai peringatan 100 Tahun Hari Kebangkitan Nasional dengan harapan agar kedaulatan pangan di Indonesia semakin bangkit dan meningkat. Sekjen HKBP, Pdt. WTP Simarmata, MA yang memprakarsai seminar ini mengundang instansi-instansi pertanian, lembaga pendidikan (sekolah dan universitas), para mahasiswa, para rohaniawan, wartawan dan para petani. Seminar tersebut dilaksanakan pada tanggal 31 Mei 2008 di gedung PGI Wilayah Sumut.

Acara seminar diawali dengan ibadah pembuka yang dipimpin oleh Pdt. Sarlen Lumbantobing, MA yang mengajak setiap gereja agar meneruskan sikap Yesus yang peduli terhadap kebutuhan makanan (Matius 14:13-21). Firman Tuhan ingin mengingatkan agar peduli terhadap kesehatan tanah yang mendukung produksi pangan agar tercapailah seperti yang dikatakan orang dalam syair “tongkat dan kayu jadi tanaman”; serta meningkatkan SDM warga dalam mengelolah potensi alam yang Tuhan ciptakan. Selanjutnya acara dibuka oleh Sekjen HKBP Pdt. WTP Simarmata, MA dengan mengatakan bahwa kemajuan suatu bangsa diukur oleh kecerdasan warganya dan ditopang oleh tingkat produktivitas dan kesejahteraan rakyat. Karenanya kita perlu memiliki konsep pembangunan yang cocok pada jaman ini agar mampu meningkatkan kehidupan masyarakat. Seminar ini membantu kita untuk melihat partisipasi rakyat, peran rakyat dan kebutuhan langsung rakyat untuk memperbaiki kehidupannya dalam rangka mencapai kesejahteraan.

Seminar sehari tersebut mengusung tema Peran Pendidikan dan Teknologi untuk melipatgandakan produksi padi dan mempercepat pencapaian kedaulatan pangan di Tapanuli. Dengan nara dua sumbernya yang handal yaitu pertama, Prof. Dr. Ir. Tualar Simarmata, MS yang adalah Guru Besar UNPAD dengan judul Teknologi Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO) untuk Melipatgandakan Produksi Padi dan Percepatan Kedaulatan Pangan di Indonesia. Nara sumber kedua, Ir. Parasetyo Sunarya, MT yang adalah Asdep Kementerian Riset dan Teknologi RI namun diwakili oleh Bapak Dr. Lukito Hasla, MS dengan judul Peran Kementerian Negara Ristek dalam Menunjang Pencapaian Kedaulatan Pangan Nasional. Alur diskusi dalam seminar semakin hangat ketika dipandu oleh Dr. Erikha Pardede.

Seminar tersebut menginformasikan bahwa kedaulatan pangan dapat ditingkat karena telah diketemukannya berbagai teknologi yang dapat melipatgandakan produksi (IPAT-BO). Ada beberapa komoditas pangan di Indonesia yaitu beras, jagung, kedelai, umbi-umbian dan aneka ragam pangan lainnya. Yang paling besar kebutuhan pangan di Indonesia adalah beras karena pertahunnya beras dibutuhkan sebanyak 35 juta ton serta mata rantai produksinya merupakan proses multifungsi dan multisektor. Alasan lainnya, karena beras memiliki kedudukan strategis yang memenuh hajat orang banyak; sesuai dengan karakteristik wilayah dimana didukung oleh letak geografis, iklim, tanah; oleh karena itu beras merupakan Pemersatu Bangsa.

Intensifikasi padi sawah dengan sistem tergenang (anaerob) tidak saja menyebabkan tidak berfungsinya kekuatan biologis tanah (soil biological power), tetapi juga menghambat perkembangan sistem perakaran tanaman padi. Dalam kondisi anaerob, keanekaragaman hayati (biodiversity) tanah sangat terbatas. Biota tanah yang aerob tidak dapat berkembang dan diperkirakan hanya sekitar 25% perakaran tanaman padi yang

berkembang berkembang dengan baik. Untuk membangun kemandirian dan ketahanan pangan (kedaulatan pangan) dengan luas panen hanya sekitar 11 juta ha, kita harus mampu meningkatkan produktivitas padi dari 4 – 6 ton/ha menjadi 6 – 8 ton/ha. Bila ingin menjadi ekspotir beras produktivitas padi harus ditingkatkan menjadi 8 – 12 ton/ha. Di lain pihak, hasil berbagai kajian menunjukkan bahwa kadar C-organik pada lahan-lahan sawah di sentra produksi padi umumnya sudah rendah (<>han sawah dengan kadar C-organik <>Bahkan indikasi kenaikan produktivitas padi dengan pemupukan yang intensif sudah mencapai titik jenuh (levelling off) dan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan kesehatan tanah sawah. Terobosan teknologi merevitalisasi kualitas dan kesehatan tanah (soil health and quality) serta meningkatkan produktivitas tanaman padi dapat dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan biologis tanah dalam Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO).

Mengapa harus IPAT-BO? karena IPAT-BO adalah sistem peningkatan produksi holistik yang hemat bibit, air dan pupuk anorganik dengan menitikberatkan pada managemen kekuatan biologis tanah, tanaman, tata air/udara dan pemupukan secara terpadu (by design). IPAT-BO merupakan teknologi andalan dan solusi cepat untuk membangun kedaulatan pangan dan menjadi eksportir beras karena IPAT mampu memberikan kenaikan hasil setidak-tidaknya sekitar 50% dibandingkan dengan pertanian padi sawah konvensional (anaerob). Percepatan penerapan IPAT dapat dilakukan melalui penyebaran DEMPLOT dan Pelatihan Petani maupun Penyuluh serta program pendampingan petani di berbagai Kabupaten. Program pendampingan dapat mengadopsi konsep ABG (Academic, Bussines, Goverment) dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi (Akademisi, Pelaku Bisnis dan Government atau Pemerintah).

Oleh karena itu disarankan agar perlu dibentuk kelompok Kerja Nasional maupun Daerah (POKJA) dari berbagai Instansi terkait dan stakeholder (Swasta dan Petani) atau memanfaatkan kelembagaan yang telah ada. Perlu disusun perencanaan Master Plan (blue print) tahapan dan target waktu (3 - 5 tahun) untuk mencapai kemandirinan pangan dan menjadi eksportir beras; serta perlu dilakukan perbaikan infrastruktur untuk menunjang kegiatan pertanian khususnya dalam infrastruktur pengairan dan transportasi.

Seminar tersebut berjalan lancar dan dialogis dimana banyak pertanyaan yang sampai pada pembicara dapat dijawab secara memuaskan bahkan tidak ada peserta yang beranjak dari tempat duduknya sejak awal hingga berakhirnya seminar. Para peserta pulang dengan membawa ilmu pertanian dan sertifikat. Demikian pula dengan para sumber, mereka diberikan ulos dari Pdt.WTP Simarmata, MA sebagai ungkapan sukacita dan terimakasih atas kesediaan mereka untuk berbagi ilmu pada seminar tersebut.